Indonesia merupakan negara dengan
potensi penduduk terbesar ke-empat dunia. Dengan luas wilayah seluas 1.919.440 km dengan total populasi penduduk 239.400.901 jiwa. Potensi ini tentu menjadi
kekuatan tersendiri bagi negara, karena tidak dapat dipungkiri luas wilayah dan
populasi penduduk merupakan suatu unsur penting kekuatan negara. Dari jumlah
total populasi masyarakat Indonesia tersebut, 89% diantaranya adalah penganut
agama Islam sehingga Indonesia menjadi negara berpenduduk muslim terbanyak di
dunia dengan jumlah mencapai 207 juta jiwa[1]. Dari
jumlah yang mayoritas tersebut, Islam menjadi sebuah nilai dan aturan yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia sehingga menjadi refleksi sikap
serta budaya masyarakat di Indonesia. Beberapa peraturan hukum dalam Pemerintahan
dan negara terinspirasi oleh hukum Islam. Selain itu, Islam telah menjadi satu
budaya yang menyatu dengan budaya asli Indonesia.
Dalam agama Islam,
setiap muslim diwajibkan melaksanakan Rukun Islam. Salah satu dari rukun
tersebut, melaksanakan ibadah Haji bagi setiap muslim yang mampu. Ibadah Haji merupakan rukun Islam yang kelima setelah syahadat, sholat, zakat, dan
puasa. Ibadah Haji wajib dilaksanakan bagi setiap muslim yang mampu minimal
satu kali seumur hidup sedangkan setelahnya adalah sunnah. Perintah untuk
melakukan haji ini didasarkan pada Al Quran surat Ali 'Imran ayat 97:
Artinya:
”Mengerjakan Haji adalah Kewajiban Manusia
Terhadap Allah SWT, yaitu orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”
[2] . Selain
itu pada Al Quran surat Al Baqarah ayat 196:
واتموا ا لحج
والعمرة لله فا ن احصرتم فما استيسر من الهدي ولا تحلقوا رؤو سكم حتى يبلغ الهدي
محله فمن كان منكم مر ضا او به اذاى من راسه ففد ية من صيام او صد قة او نسك فاذا
امنتم فمن تمتع بالعمرة ا لى الحج فما ا ستيسر من الهد ي فمن لم يجد فصيا م ثلا ثة
ا يام في ا
لحج و سبعة اذا رجعتم تلك عشر ة كا ملة ذا لك لمن لم يكن اهله حا ضر المسجد الحرام
واتقوا الله واعلموا ا ن الله شد يد العقاب .(196 )
Artinya: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umroh karena Allah , jika kamu
terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka sembelilah korban . Yang mudah di dapat dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai ketempat penyembelihannya, jika ada
diantara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur),maka
wajiblah atasnya berfid-yah , yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila
kamu telah merasa aman , maka bagi siapa yang ingin mengerjakan Umrah sebelum
haji (di dalam bulan haji) (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah di dapat
. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib
berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah
pulang kembali . itulah sepuluh hari yang sempurna . Dermikian itu (kewajiban membayar
fid-yah) bagi orang orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) masjidil
haram (orang–orang yang bukan penduduk kota mekkah) dan bertaqwalah kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaanNya." [3]
Keutamaan ibadah haji bagi seorang
dapat pula dilihat dari hadist Rasulullah: ”satu
umrah ke umrah yang lain menjadi penebus dosa yang dilakukan diantara keduanya,
dan haji mabrur tidak ada ganjarannya kecuali surga”. [4] Begitu
besar keutamaan ibadah ini sehingga tidak heran apabila umat muslim tidak
segan-segan mengeluarkan biaya dan berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakannya.
Hal ini terlihat jelas pada saat musim pelaksanaan ibadah Haji tiba, Seluruh
umat muslim pun berdatangan dari segala penjuru dunia untuk melaksanakan ibadah
Haji di tempat dan waktu yang sama. Mereka melaksanakan serangkaian
prosesi spiritual umat islam yaitu berkunjung ke Baitullah untuk melakukan
berbagai macam amalan, antara lain melaksanakan Tawaf, Sa’i, Wukuf dan amalan
lainnya demi memenuhi panggilan Allah SWT serta mengharapkan Ridho-Nya.
Selain beberapa aspek spiritual di atas, di Indonesia
gelar haji merupakan salah satu simbol yang masih memiliki tempat tersendiri
dalam kultur pranata sosial masyarakat Indonesia sampai sekarang. Seorang
penyandang gelar Haji, seperti halnya penyandang gelar kebangsawanan, mendapat
penghormatan sebagai golongan terkemuka sebuah kelompok masyarakat. Selain itu,
status haji juga mengindikasikan tingkat kemampuan ekonomi
penyandangnya.
Dalam perkembangan
perekonomian Indonesia sampai sekarang, mayoritas penduduk Indonesia memiliki
tingkat kemampuan ekonomi yang masih tergolong rendah, namun setiap tahun kita menyaksikan ratusan ribu umat Islam Indonesia menunaikan
ibadah haji ke Arab Saudi. Jumlah jamaah haji dari Indonesia adalah yang
terbanyak dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, jumlah jamaah haji Indonesia juga
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring
dengan meningkatnya jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun, maka hal ini
menuntut adanya pengelolaan penyelenggaraan ibadah haji yang lebih baik, namun
tampaknya yang terjadi di lapangan adalah sebaliknya. Hal tersebut terbukti
dengan pelayanan jamaah haji yang selalu menyisakan masalah setiap tahunnya, bahkan
berlanjut pada dugaan adanya praktek korupsi. Dan hal ini menyebabkan
Departemen Agama banyak menuai kritik dari berbagai kalangan karena Departemen
Agama yang mengemban tugas masalah keagamaan diduga justru menjadi sarang
kejahatan korupsi.
Berbagai permasalahan masih saja dialami oleh
jamaah haji Indonesia, mulai dari persoalan tempat tinggal pemondokan yang jauh
dari Mesjidil Haram, transportasi dari penginapan ke tempat peribadatan,
persoalan kesehatan, catering, Jamaah tersesat, jamaah sakit dan berbagai
persoalan lain yang belum semuanya dapat dipecahkan secara tuntas. Memang tidak
mungkin semua permasalahan tersebut dapat dipecahkan dengan sempurna karena
perbedaan yang sangat drastis antara Indonesia dan Arab Saudi telah
mempengaruhi secara langsung kondisi Jamaah haji baik secara fisik maupun
mental, sehingga persoalan yang dihadapi oleh jamaah pun berbeda-beda satu sama
lain.
Pada
tahun 2008, 325 orang Jamaah haji asal Indonesia meninggal dunia di
tanah suci, angka ini sama dengan satu kloter jamaah. Walau masih tergolong
tinggi namun dibandingkan tahun sebelumnya, angka tersebut terjadi penurunan
dimana pada tahun 2007 sejumlah 350 orang meninggal dunia, tahun 2006 sebanyak
652 orang, sedangkan tahun 2005 sebanyak 452 orang[5]. Secara
umum dapat dipahami bahwa ibadah haji merupakan ibadah yang lebih banyak
menggunakan kegiatan fisik (badaniah) daripada ucapan doa (qauliah), sehingga
umumnya permasalahan yang dialami oleh jamaah haji lebih dominan berkaitan
dengan permasalahan fisik. Walaupun belum semua persoalan mampu diatasi oleh Pemerintah
dalam hal ini Departemen Agama RI, namun berbagai
terobosan yang dilakukan sedikit banyak telah membantu mengurangi berbagai
resiko yang mungkin dihadapi oleh Jamaah haji.
Sehubungan dengan pelaksanaan ibadah Haji, aspek lain
yang tentunya tidak dapat dikesampingkan ialah persoalan sejauh mana kemampuan Pemerintah
dalam melakukan diplomasi dengan Pemerintah Arab Saudi untuk memperoleh
kemudahan dalam mengkoordinasikan pelaksanaan ibadah Haji secara maksimal. Hingga
saat ini, Indonesia telah menjalin hubungan kerjasama bilateral dengan Pemerintah
Arab Saudi sejak tahun 1950. Kerjasama kedua negara ini meliputi bidang
ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Hubungan kerjasama
yang terjalin dalam bidang budaya salah satunya ialah mengenai pelaksanaan ibadah
Haji yang pelaksanaannya didasarkan pada kesepakatan kedua negara melalui
penandatanganan MoU (Master of
Understanding) untuk setiap tahunnya. Indonesia dari tahun ke tahun
merupakan pengirim jemaah haji terbanyak
di dunia. Hal ini tentu saja merupakan hal terpenting dalam hubungan kerjasama
kedua negara tersebut, yang dimana Arab Saudi merupakan negara yang merupakan
tempat sakral dan dihormati karena di negara tersebut Islam pertama kali disebarkan,
dan disanalah terdapat tempat suci untuk melaksanakan kegiatan ibadah Haji, seperti
Baitullah di Mekkah, Masjid Nabawi dan Makam Rasulullah Saw di Medinah, lempar
Jamrah di Mina, dan wukuf di Arafah.
Selain Indonesia, beberapa negara lain juga menyelenggarakan
pelaksanaan ibadah Haji secara terkoordinir salah satunya adalah Malaysia. Pelaksanaan
haji Indonesia tentu saja memiliki perbedaan dengan pelaksanaan haji Malaysia,
dimana penulis menyadari bahwa Malaysia merupakan negara tetangga yang berada
dekat dengan Indonesia, yang memiliki kedekatan secara geografis dengan
Indonesia serta memiliki banyak persamaan dalam berbagai hal, namun dalam
sistem pelaksanaan haji memiliki banyak perbedaan. Salah satu perbedaan yang
mencolok ialah dalam hal penetapan kewenangan pelaksana dimana di Indonesia
Lembaga yang ditetapkan ialah Departemen Agama Republik Indonesia yang
merupakan salah satu lembaga Pemerintahan melalui UU No. 17 tahun 1999 tentang
perhajian, sedangkan di Malaysia lembaga yang berwenang ialah Tabung Haji (TH)
yang merupakan sebuah korporasi melalui Akta No. 535 Tahun 1995. Selain itu,
dengan adanya kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang menetapkan kuota jamaah haji
bagi setiap negara sebesar 0,1% dari total penduduk negara yang bersangkutan
mengakibatkan jumlah jamaah haji yang dilayani antara Indonesia dengan Malaysia
sangat jauh berbeda. Sebagai contoh, pada tahun 2010, kuota jamaah haji
Indonesia mencapai angka 211.000 orang sedangkan Malaysia sebesar 26.000 orang [6].
Pemerintah Malaysia menyelenggarakan pelayanan ibadah
Haji melalui mekanisme korporasi yang bersifat profit. Namun, jika dibandingkan
dengan pelayanan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia yang bersifat
nonprofit, pelayanan Pemerintah Malaysia terkesan lebih efektiv dan efisien. Hal ini diasumsikan berdasarkan pada jumlah
kasus permasalahan yang terjadi dalam kurun waktu lima tahun terkahir ini,
dimana permasalahan yang dialami oleh jamaah haji Indonesia lebih sering
terjadi, belum lagi tentang pengadaan fasilitas penunjang lainnya.
Mengingat bahwa penyelenggaraan ibadah Haji juga tidak
terlepas dari seberapa besar kemudahan yang disediakan oleh Pemerintah Arab
Saudi, maka ada kemungkinan munculnya perbedaan
efektivitas dan efisiensi ini terkait dengan sejauh mana keberhasilan Pemerintah
masing-masing Negara dalam membangun diplomasi dengan Pemerintah Arab Saudi. Selama ini, Pemerintah
Arab Saudi juga, setiap tahunnya, senantiasa memberikan perhatian dan
meningkatkan pelayanan kepada jemaah Indonesia yang melaksanakan ibadah
Haji. Akan tetapi permasalahan terus terjadi
tiap tahun, walaupun Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai macam
perubahan dan perbaikan terhadap sistem pelaksanaan haji. Dengan melihat latar
belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi mengenai ”Perbandingan Pelaksanaan Diplomasi Haji
Indonesia dan Malaysia di Arab Saudi tahun 2005-2010”
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini