Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus: Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Pariwisata Panorama Pantai Disa, Kec. Sahu, Kabupaten Halmahera Barat) (217)

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km, memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar (Bengen, 2001). Luas wilayah perairan Indonesia se-besar 5,8 juta km2 yang terdiri dari 3,1 juta km2 Perairan Nusantara dan 2,7 km2 Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) atau 70 persen dari luas total Indonesia. Besarnya potensi sumberdaya kelautan Indonesia tersebut, potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia (tidak termasuk ikan hias) diduga sebesar 6,26 juta ton per tahun, tercermin dengan besarnya keanekaragaman hayati, selain potensi budidaya perikanan pantai di laut serta pariwisata bahari (Budiharsono S., 2001). Di lain sisi, jumlah penduduk yang meningkat cepat beserta intensitas pembangunannya, sumber daya alam di daratan sudah mulai menipis dan dengan kenyataan bahwa 60 % dari penduduk Indonesia (kira-kira 185 juta jiwa) yang dianggap tinggal di daerah pesisir, tidaklah mengherankan bahwa lingkungan pesisir dan laut menjadi pusat pemanfaatan sekaligus pengrusakan yang tingkatnya sudah cukup parah untuk beberapa daerah tertentu (Anonimous, 1996).
Sebagai negara yang terdiri atas kepulauan terbesar di dunia, pastinya pelayanan oleh pemerintah pusat terhadap seluruh wilayah yang ada di Indonesia sangat memiliki banyak kendala, yang berefek kepada disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan minimnya pembangunan sumber daya manusia (SDM), dan lambannya angka kesejahteraan masyarakat. Maka dengan itu, untuk mentaktisi seperti yang disebutkan di atas, maka pemerintah pusat mengambil sebuah kebijakan yang dikenal dengan Otonomi Daerah.

Dalam otonomi daerah yang terdiri atas UU no 32 tahun 2004, tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999, tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, bahwa daerah diberikan hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus daerahnya masing-masing sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah untuk dikembangkan, sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah. Untuk itu, pemerintah daerah diharapkan memiliki kemampuan mengidentifikasi dan mengelola potensi-potensi yang ada di daerahnya, untuk dimanfaatkan secara efektif dan efisien guna terselenggaranya aktifitas pembangunan dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat dan daerahnya. Dengan demikian pemerintah daerah berkewajiban secara konsisten mengelola potensi-potensi yang bisa dikembangkan, salah satunya adalah pengembangan dan pengelolaan sektor pariwisata, yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan Negara.
Sejalan dengan hal di atas, dalam ketetapan MPR No. IV. Tahun 1999 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) (1999:23) menetapkan bahwa :
Pengembangan pariwisata melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat interdisiplin dan partisipator dengan menggunakan kriteria ekonomis, tekhnis, agronomis, social budaya, hemat energy, melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan”

Jadi pengembangan pariwisata pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya pembangunan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan lahir maupun batin bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga kekayaan wilayah nusantara sebagai modal dan landasan pengembangan budaya bangsa secara keseluruhan dapat dinikamati oleh masyarakat.
Kepariwisataan merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang cukup potensial, yang mampu mendatangkan devisa yang cukup besar bagi kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, diperlukan suatu konsentrasi penuh dari pemerintah pusat, guna mendukung pembiayaan pembangunan daerah, terutama didaerah yang memiliki potensi pariwisata, sehingga dapat dikelola semaksimal mungkin. Dengan demikian, sektor kepariwisataan merupakan salah satu usaha yang dapat meningkatkan pendapatan suatu daerah terutama dalam rangka menunjang penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan. Untuk merealisasikan semua itu, maka pemerintah  mengeluarkan kebijakan dalam bidang kepariwisataan, seperti yang tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 1999 (1999:23) yang menyebutkan bahwa :
“Menjadikan kesenian dan kebudayaan nasional Indonesia sebagai wahana bagi pengembangan pariwisata nasional dan mempromosikannya ke luar negeri secara konsisten sehingga dapat menjadi wahana persahabatan antara bangsa”

Dengan adanya berbagai kebijakan yang mendukung dunia kepariwisataan, maka tentunya akan memberikan peluang yang sangat besar untuk mengembangkan dunia kepariwisataan di Indonesia, khusunya bagi daerah yang memiliki sejumlah potensi wisata, baik wisata alam maupun wisata budaya.
            Dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional tersebut, maka dalam pelaksanaannya pemerintah Kabupaten Halmahera Barat melakukan pemanfaatan potensi wilayah yang berbasis masyarakat, serta memberikan perlindungan kelestarian sumber hayati kepariwisataan. Sehingga tujuan pembangunan dapat menciptakan lapangan kerja produktifitas serta mempertahankan sumber daya alam dalam lingkup wilayah Kabupaten Halmahera Barat.
Namun dalam upaya pemanfaatan potensi, terkadang muncul permasalahan yang berakar dari adanya kesenjangan kondisi lingkungan dan sistem sosial. Oleh karena itu, pemerintah daerah sebagai perencana, pelaksanan, dan pengontrol dalam sebuah kebijakan daerah diharapkan mampu menganalisis dan memetakan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat sehingga dalam mengeluarkan kebijakannya tidak terkesan sepihak, akan tetapi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan penjelasan umum UU Nomor: 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, bahwa tujuan utama  penyelenggaraan otonomi daerah yang hendak dicapai, maka pemerintah wajib melakukan pembinaan berupa pemberian pedoman, dalam hal penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan.
Untuk itu pemerintah pusat wajib memberikan fasilitas berupa pemberian kemudahan, bantuan dan dorongan kepada pemerintah daerah agar dapat melaksanakan otonomi daerah secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan, diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dengan adanya otonomi daerah, sangat diharapkan daerah mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerahnya dengan melakukan identifikasi dan mengelola sumber-sumber yang berpotensi untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, karena besar kecilnya pendapat daerah sangat berefek kepada keberhasilan pelaksanaan otonomi tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan konsep otonomi dan desentralisasi yang pada hakekatnya memberikan kekuasaan, kewenangan dan keleluasaan kepada pemerintah daerah
Berdasarkan UU Nomor: 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahwa sumber-sumber penerimaan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi terdiri dari PAD (Pendapatan Asli Daerah), Dana Perimbangan, dan lain-lain penerimaan yang sah dan juga tentang hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainya yang harus dilaksanakan secara adil dan selaras. Maka salah satu sektor yang potensial adalah pariwisata, yang kiranya dapat menjadi aset bagi peningkatan pendapatan daerah, yang berujung kepada keberhasilan pemerintah daerah merealisasikan otonomi daerah, yang ditandai dengan terciptanya kesejahteraan yang merata didalam masyarakat.
Pengembangan sektor pariwisata merupakan suatu tindakan yang realistis dan logis, mengingat dampak positif yang ditimbulkan diantaranya semakin meluasnya kesempatan usaha, baik hotel, biro perjalanan, toko cinderamata serta meningkatnya pendapat masyarakat dan mendorong terpeliharanya keamanan dan ketertiban walaupun sebenarnya “juga” ada hal-hal yang berdampak negatif.
Beberapa kebijakan pemerintah dalam sektor pariwisata diantaranya Pembinaan dan Pengembangan Kepariwisataan seperti: menggencarkan promosi pariwisata, meyiapkan dan meningkatkan mutu pelayan dan mutu produk wisata, mengembangkan kawasan-kawasan pariwisata dan produk-produk baru terutama di wilayah timur Indonesia, meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) di bidang kepariwisataan dan melaksanakan kampanye nasional yang berkesinambungan ( Hari Karyono ; 1997 ; 90 ).
Sejalan dengan yang dijelaskan di atas, Kabupaten Halmahera Barat, Prov, Maluku Utara, sebagai salah satu Kabupaten yang memilki beragam obyek wisata yang kaya dan berpotensi bagi pengembangan pariwisata, namun dengan berbagai keterbatasan maka pengembangan pariwisatanya berjalan kurang baik. Selain memiliki obyek wisata pantai, ada terdapat obyek-obyek wisata lainnya dan untuk saat ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Halmahera Barat (MMC 10/12/2003) secara bertahap berusaha mengembangkan obyek wisata di Kepulauan Halmahera Barat dengan memberikan berbagai sarana-sarana penunjang agar dapat menarik jumlah kunjungan wisata baik dari dalam maupun luar negeri.

Kawasan wisata di Kabupaten Halmahera Barat di anggap sangatlah cukup potensial dan belum mendapat ekspos secara penuh. Menurut Dinas Pariwisata Kabupaten Halmahera Barat, potensi wisata yang ada di Kab. Halmahera Barat (HALBAR) sangat memiliki daya tarik tinggi, karena menjadi obyek wisata yang sangat di minati oleh masyarakat daerah setempat maupun masyarakat dari daerah lain, untuk itu sangat penting untuk dilakukan studi bagi kemungkinan pengembangannya.
Pemerintah Daerah Halmahera Barat secara umum masih memiliki hambatan dan keterbatasan dalam pelaksanaan pengelolaan dan- pengembangan pariwisatanya seperti:
1.      Panorama Alam, Puncak Gunung Gamkonora Kecamatan Ibu
2.      Sumber Air Panas di Kecamatan Jailolo
3.      Air terjun Goal dan Talaga Rano di Kecamatan Sahu.
4.      Air Terjun Tetala di Kecamatan Loloda.
5.      Panorama Pantai Idam  Dahe di Kecamatan Sahu.
6.      Pulau Tahofa dan Pulau Dodengo di Kecamatan Ibu.
7.      Panorama
8.      Pantai Disa di Kec. Sahu
Sealin itu, di Kabupaten Halmahera Barat terdapat  pula obyek wisata flora dan fauna seperti : Burung Bidadari, Burung Maleo, Burung Nuri dan Burung Kaka Tua dan beragam obyek wisata budaya yang diperagakan diantaranya : Rumah Adat, Tari-Tarian Daerah, Misalnya tari Kabata, Tari Moro-Moro, Tari Taula Hulo, Tarian Legu dan Salai.
Melihat banyaknya potensi pariwisata yang terdapat di Kab. Halmahera Barat (HALBAR), Prov. Maluku Utara, seperti yang digambarkan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Halmahera Barat. Khususnya Pantai Disa, di Kec. Sahu. 
Berdasarkan penjelasan yang ada, penulis melihat bahwa hal tersebut merupakan suatu bahan yang menarik untuk di angkat menjadi bahan penelitian dengan judul :
Peranan Pemerintah Daerah dalam Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus: Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Pariwisata Panorama Pantai Disa, di Kec. Sahu, Kabupaten Halmahera Barat)”


Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Cara Seo Blogger