Anggaran merupakan komponen penting dalam sebuah
organisasi, baik organisasi sektor swasta maupun organisasi sektor publik.
Menurut Hansen dan Mowen (2004:1), Setiap entitas pencari laba ataupun nirlaba bisa mendapatkan
manfaat dari perencanaan dan pengendalian yang diberikan oleh anggaran.
Perencanaan dan pengendalian merupakan dua hal yang saling berhubungan.
Perencanaan adalah pandangan ke depan untuk melihat tindakan apa yang
seharusnya dilakukan agar dapat mewujudkan tujuan-tujuan tertentu. Pengendalian
adalah melihat ke belakang, memutuskan apakah yang sebenarnya telah terjadi dan
membandingkannya dengan hasil yang direncanakan sebelumnya.
Anggaran merupakan komponen utama dalam
perencanaan. Munandar (2001:1), mengungkapkan pengertian anggaran adalah
sebagai berikut: “Suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi
seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan
berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang”. Menurut
Mulyadi 1993 dalam Nurcahyani 2010, anggaran disusun oleh manajemen dalam
jangka waktu satu tahun untuk membawa perusahaan ke kondisi tertentu yang
diperhitungkan. Dengan anggaran, manajemen mengarahkan jalannya kondisi
perusahaan. Tanpa anggaran, dalam jangka pendek perusahaan akan berjalan tanpa
arah, dengan pengorbanan sumber daya yang tidak terkendali.
Sebelum anggaran disiapkan, organisasi
seharusnya mengembangkan suatu rencana strategis. Rencana strategis
mengidentifikasi strategi-strategi untuk aktivitas dan operasi di masa depan,
umumnya mencakup setidaknya untuk lima tahun
ke depan. Organisasi dapat menerjemahkan strategi umum ke dalam tujuan jangka
panjang dan jangka pendek. Tujuan-tujuan ini membentuk anggaran dasar. Hubungan
erat antara anggaran dan rencana strategis membantu manajemen untuk memastikan
bahwa semua perhatian tidak terfokus pada operasional jangka pendek. Hal ini
penting karena anggaran, sebagai rencana satu periode, memiliki sifat untuk
jangka pendek (Hansen dan Mowen, 2004:1).
Sistem anggaran memberikan beberapa kelebihan
untuk suatu organisasi. Menurut Hansen dan Mowen (2004:1), kelebihan dari
sistem anggaran diantaranya anggaran mendorong para manajer untuk mengembangkan
arahan umum bagi organisasi, mengantisipasi masalah, dan mengembangkan
kebijakan untuk masa depan. Kelebihan lain anggaran adalah dapat memperbaiki
pembuatan keputusan. Anggaran juga memberikan standar yang dapat mengendalikan
penggunaan berbagai sumber daya organisasi dan memotivasi karyawan. Selain itu,
anggaran dapat membantu komunikasi dan koordinasi. Anggaran secara formal
mengkomunikasikan rencana organisasi pada tiap pegawai. Jadi, semua pegawai
dapat menyadari peranannya dalam pencapaian tujuan tersebut. Oleh karena
anggaran untuk berbagai area dan aktivitas organisasi harus bekerja bersama
untuk mencapai tujuan organisasi, maka dibutuhkan adanya koordinasi. Peranan
komunikasi dan koordinasi menjadi semakin penting seiring dengan meningkatnya
ukuran organisasi.
Anggaran digunakan sebagai pedoman kerja
sehingga proses penyusunannya memerlukan organisasi anggaran yang baik,
pendekatan yang tepat, serta model-model perhitungan besaran (simulasi)
anggaran yang mampu meningkatkan kinerja pada seluruh jajaran manajemen dalam
organisasi. Proses penyusunan anggaran, dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan yaitu topdown, bottom up dan partisipasi (Ramadhani
dan Nasution, 2009).
Dalam sistem
penganggaran top-down, rencana dan jumlah anggaran telah ditetapkan oleh
atasan/pemegang kuasa anggaran sehingga bawahan/pelaksana anggaran hanya
melakukan apa yang telah ditetapkan oleh atasan/pemegang kuasa anggaran. Penerapan
sistem ini mengakibatkan kinerja bawahan/pelaksana anggaran menjadi tidak
efektif karena target yang diberikan terlalu menuntut namun sumber daya yang
diberikan tidak mencukupi (overloaded). Atasan/pemegang
kuasa anggaran kurang mengetahui potensi dan
hambatan yang dimiliki oleh bawahan/pelaksana anggaran sehingga
memberikan target yang sangat menuntut dibandingkan dengan kemampuan
bawahan/pelaksana anggaran. Oleh karena itu, entitas mulai menerapkan system
penganggaran yang dapat menanggulangi masalah di atas yakni sistem penganggaran
partisipatif (participative budgeting). Melalui sistem ini,
bawahan/pelaksana anggaran dilibatkan dalam penyusunan anggaran yang menyangkut
subbagiannya sehingga tercapai kesepakatan antara atasan/pemegang kuasa
anggaran dan bawahan/pelaksana anggaran mengenai anggaran tersebut (Omposunggu
dan Bawono, 2007).
Penganggaran partisipatif (participative budgeting) merupakan pendekatan penganggaran yang
berfokus pada upaya untuk meningkatkan motivasi karyawan untuk mencapai tujuan
organisasi. Konsep penganggaran ini sudah berkembang pesat dalam sektor swasta
(bisnis), namun tidak demikian halnya pada sektor publik. Dalam sektor publik,
penganggaran partisipatif belum mempunyai system yang mapan sehingga
penerapannya pun belum optimal.
Anggaran merupakan rencana tindakan-tindakan
pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan organisasi. Pada organisasi
sektor swasta (bisnis), tujuan dimaksud adalah mencari laba (profit oriented),
sementara pada organisasi sektor publik/non-bisnis tidak (nonprofit oriented).
Oleh karena tujuannya berbeda, maka rencana kerja yang disusun juga berbeda.
Dengan demikian, pendekatan dalam penyusunan anggaran di kedua jenis organisasi
juga berbeda.
Menurut Mardiasmo (2004), anggaran merupakan
pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu
tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Proses pembuatan anggaran dalam
sector publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik
yang tinggi. Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu
proses politik. Hal tersebut berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta
yang relatif lebih kecil nuansa politisnya. Pada sektor swasta, anggaran
merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun
sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada
publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan. Anggaran sektor publik
merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan
program-program yang dibiayai dengan uang publik.
Lebih lanjut, Mardiasmo (2004) mengemukakan
bahwa anggaran memiliki fungsi sebagai alat penilaian kinerja. Kinerja akan
dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan
anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil
dicapai dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan.
Thompson (1967) dalam Wiliams (1990) sebagaimana
dikutip oleh Ahmad dan Fatima (2008)
mendorong para peneliti untuk memeriksa perilaku anggaran dalam organisasi
sektor publik. Perilaku anggaran mungkin dapat berbeda dalam organisasi sektor
publik dibandingkan dengan perilaku anggaran pada organisasi sektor swasta.
Williams (dikutip oleh Ahmad dan Fatima, 2008)
menyatakan bahwa penelitian mengenai hubungan partisipasi anggaran dan kinerja
manajerial dalam sektor publik adalah penting. Namun, literatur sampai saat
ini, telah melalaikan penelitian terkait hubungan partisipasi anggaran dan
kinerja manajerial pada organisasi sektor publik, khususnya di negara-negara
berkembang.
Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai
hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial pada sektor swasta
sudah banyak dilakukan diantaranya Supriyono (2004, 2005), Sumarno (2005),
Ghozali (2002, 2005), Slamet Riyadi (2000), Sardjito (2005). Sedangkan
penelitian terkait hubungan partisipasi anggaran dan kinerja manajerial pada
sektor publik (pemerintah daerah) masih terbatas misalnya penelitian yang
dilakukan Ompusunggu dan Bawono (2007). Penelitian-penelitian tersebut menambah
faktor-faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi hubungan antara partisipasi
anggaran dan kinerja.
Hal tersebut dilakukan sebagai tindakan
alternatif atas ketidakkonsistenan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh
peneliti-peneliti terdahulu. Nouri (dikutip oleh Supriyono, 2004) menyatakan
bahwa pada awal-awal riset antara partisipasi anggaran dan kinerja manajer
menunjukkan bukti yang tidak meyakinkan (inconclusive) dan seringkali
bertentangan. Hasil riset tersebut ada yang menunjukkan asosiasi negatif secara
signifikan (Campell dan Gingrich, 1986; Ivancevich, 1977 dalam Supriyono,
2004), positif secara signifikan (Brownell dan Mclnes, 1986; Chenhall dan
Brownell, 1988; Early, 1985; Milani, 1975; Steers, 1975 dalam Supriyono, 2004),
negatif tidak signifikan (Dosett, Latam, dan Mitcell, 1979; Mia, 1988 dalam
Supriyono, 2004), dan positif tidak signifikan (latham dan Marshall, 1982; Latham
dan Yukl, 1976 dalam Supriyono, 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk
menguji pengaruh partisipasi anggaran dan komitmen organisasi terhadap kinerja
manajerial pada organisasi sektor publik. Penelitian ini dilakukan di Badan
Diklat Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini disusun dengan judul “Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap
Kinerja Manajerial melalui
Komitmen Organisasi “.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini