Pembangunan ekonomi merupakan suatu
usaha untuk meningkatkan produktifitas dari pemanfaatan sumberdaya potensial
yang dimiliki oleh suatu wilayah atau suatu negara. Sumberdaya potensial
dimaksud adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya financial.
Peningkatan produktifitas mengandung makna bahwa pemanfaatan sumberdaya
tersebut secara ekonomis dapat diproduksi dengan hasil yang optimal dari
kapasitas sumberdaya yang digunakan. Upaya seperti ini merupakan sebuah proses
pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk melakukan perubahan tingkat
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Pada kenyataannya, proses
pembangunan ekonomi tidaklah sederhana, namun pada pelaksanaannya sangat
kompleks, karena bersifat multidimensi. Antara lain kompleksitas tersebut
adalah pembangunan ekonomi tidak hanya melakukan bagaimana meningkatkan
produktifitas melalaui proses produksi yang secara klasik ditentukan oleh
faktor input seperti modal, tenaga kerja, teknologi, dan bahan baku, tetapi
juga menyangkut aspek tempat dimana aktifitas tersebut berlangsung, aspek
sosial yang mempengaruhi perilaku masyarakat baik pada proses produksi maupun
pada perilaku konsumsi. Untuk tujuan tersebut maka diperlukan perencanaan ekonomi
yang bersifat komprehensif dan integratif antara pembangunan ekonomi pada satu
sisi dan pembangunan sosial pada sisi yang lain
Pada pembangunan ekonomi, ada tiga
indikator makro yang dijadikan sebagai
ukuran kemajuan pembangunan. Indikator tersebut adalah tingkat pertumbuhan
(growth rate), tingkat penciptaan kesempatan kerja (employment) dan kestabilan
harga (price stability), Mankiw, 2006. Dengan demikian maka, setiap negara
khususnya Negara-negara berkembang, dengan berbagai kebijakan seperti kebijakan
fiskal, kebijakan moneter, dan kebijakan perdagangan baik perdagangan domestik
maupun perdagangan internasional dilakukan untuk mendorong pertumbuhan yang
direncanakan, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga kestabilan harga.
Berbagai studi telah dilakukan
mengapa perekonomian suatu negara mengalami pertumbuhan, baik pertumbuhan
positif maupun pertumbuhan negatif. Teori ekonomi klasik menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh faktor-faktor produksi seperti modal,
tenaga kerja, dan teknologi. Jadi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka
diperlukan peningkatan pemanfaatan
faktor-faktor tersebut. Atau lebih spesifik lagi, dapat diuraikan dalam
pertanyaan berapa tingkat pertumbuhan modal, tingkat pertumbuhan kesempatan
kerja, serta peningkatan teknologi yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat
pertumbuhan produksi tertentu. Dengan demikian maka pertumbuhan ekonomi dapat
diukur dengan pertumbuhan produksi nasional atau pendapatan nasional.
Pada sisi lain, teori Keynesian
menyatakan bahwa pertumbuhan pendapatan nasional ditentukan oleh besarnya pengeluaran konsumsi, pengeluaran pemerintah,
investasi dan net ekspor. Jadi menurut Keynes untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang diukur pada peningkatan pendapatan nasional maka diperlukan peningkatan
permintaan konsumsi, permintaan pengeluaran pemerintah, permintaan investasi,
serta permintaan ekspor dan impor. Implementasi kedua konsep dan teori tersebut
(klasik dan Keynesian) dapat digunakan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi
baik pada skala nasional maupun pada skala perekonomian makro daerah (propinsi,
kabupaten/kota).
Pada skala perekonomian makro daerah,
pertumbuhan ekonomi diukur melalui pertumbuhan produk domestik regional bruto
(PDRB). Berdasar pada pendekatan Keynes tersebut bahwa pertumbuhan pendapatan
ditentukan oleh peningkatan permintaan pengeluaran faktor-faktor penentunya
yaitu konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor dan impor.
Hubungan antara pengeluaran konsumsi, pengeluaran pemerintahan terhadap
pertumbuhan ekonomi menjadi menarik untuk dikaji ketika hasil kajian Solow
mengatakan bahwa investasi bukanlah satu-satunya kunci penentu pertumbuhan
ekonomi, Easterly 2002.
Data pertumbuhan ekonomi nasional
Indonesia pada masa krisis 1998-2000 mengungkapkan bahwa terjadi penurunan
tingkat investasi dalam negeri, dan
tingkat ekspor yang rendah namun disisi lain tercapai pertumbuhan ekonomi
sekalipun dalam tingkat pertumbuhan yang rendah.
Fakta tersebut juga mengungkapkan
bahwa pertumbuhan perekonomian makro, tidak serta merta berimplikasi langsung
pada kondisi ekonomi mikro. Hal ini dapat dijelaskan melalui perilaku konsumsi
masyarakat. Kondisi perekonomian pada tahun 1997-2000 terjadi krisis, namun
terdapat peningkatan pengeluaran masyarakat. Fakta lain adalah peningkatan
pengeluaran pemerintah untuk peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan
pembangunan infrastruktur dasar telah menjadi pemicu peningkatan pertumbuhan
perekonomian daerah dan nasional. Hubungan ini dapat dilihat juga pada hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ram (1986), dan Grossman (1988),
mengungkapkan bahwa terjadi hubungan positif antara peningkatan pengeluaran
pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi dengan mengabaikan disagregasi
pengeluaran tersebut.
Pada skala perekonomian daerah
propinsi Sulawesi Selatan, setelah krisis mengalami pertumbuhan yang
fluktuatif. pada tahun 2000-2001 mengalami tingkat pertumbuhan sebesar 5,5
persen, kemudian mengalami penurunan dengan pertumbuhan sebesar 4,1 persen pada
tahun 2001-2002. Pada perkembangan berikutnya mengalami peningkatan dengan
pertumbuhan sebesar 5,49 persen dan 5,30 persen pada tahun 2002-2003 dan
2003-2004 secara berturut-turut. Pada tahun 2004-2005 mengalami pertumbuhan
sebesar 6,1 persen, sedangkan pada tahun berikutnya mengalami peningkatan pertumbuhan
sebesar 6,72 persen, sementara itu pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007-2008
sebesar 6,34 persen.
Selama periode 2000 hingga 2008
perekonomian Sulawesi Selatan relatif stabil dengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 6,00 persen pertahunnya. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi
berangsur-angsur telah mengalami perbaikan setelah pasca krisis ekonomi yang terjadi pada tahun
1997 dengan pertumbuhan sebesar -5,33 persen.
Selain itu, salah
satu manfaat dari hasil perhitungan PDRB yaitu dapat digunakan untuk melihat
gambaran struktur perekonomian suatu daerah atau wilayah. Struktur perekonomian
propinsi Sulawesi
Selatan yang masing-masing sektor mempunyai peranan yang sangat signifikan. Hal ini
dapat dilihat dari kontribusi sektor
pertanian terhadap pembentukan total PDRB tahun 2005 sebesar
11.337,55 atau 11,4 %, dan urutan yang kedua adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran
sebesar 54 %, setelah itu disusul
sektor industri
pengolahan sebesar 52 %, sektor jasa-jasa sebesar 40 %, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian hanya mencapai 51 % dan sektor lainnya sebesar 28 %. Dan yang memberikan kontribusi dan kinerja yang paling
besar dalam struktur perekonomian Sulawesi Selatan adalah sektor pertanian.
Sementara itu perkembangan
pengeluaran pemerintah juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tercatat
dua jenis pengeluaran pada format lama APBD yaitu pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan. Kemudian pada tahun 2003, format APBD tersebut berubah dengan format
baru dimana pos pengeluaran pembangunan
menjadi belanja aparatur daerah yang meliputi belanja administrasi umum,
belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal dan pengeluaran rutin
menjadi belanja pelayanan publik yang meliputi belanja administrasi umum,
belanja administrasi dan pemeliharaan serta
belanja modal.
Pada format lama APBD, pengeluaran
rutin pemerintah pada tahun 1996 sebesar
101847 juta sedangkan pada tahun 1997 sebesar 121013 juta dengan
perkembangan sebesar 18,8 persen. Sedangkan belanja pembangunan pada tahun
1996-1997 sebesar 217985.4 juta dan 279275.7juta dengan perkembangan 28,2 persen. Pada
tahun 1998 realisasi pengeluaran rutin sebesar 117307 juta, dan pada tahun
berikutnya sebesar 162453 juta. Sampai pada tahun 2002 realisasi pengeluaran
rutin sebesar 324435 juta. Untuk realisasi pengeluaran pembangunan, pada tahun
1999 sebesar 250552.5 juta, sedangkan pada
tahun 2000 relisasinya sebesar 404935.1 juta
rupiah. Pada tahun 2001-2002 realisasi pengeluaran pembangunan sebesar 507035.1 juta, dan 668448.2
juta rupiah.
Dari tahun ketahun perkembangan
pengeluaran pemerintah khususnya pengeluaran rutin mengalami peningkatan dari
tahun 1996 sampai pada tahun 2002. Begitupun juga pada pengeluaran pembangunan
juga mengalami peningkatan pada tahun yang sama. Ini menunjukkan bahwa total
realisasi pengeluaran pemerintah dari tahun 1996 hingga tahun 2002 telah
memberikan sumbangsih yang besar untuk peningkatan pertumbuhan perekonomian
Sulawesi Sealatan.
Untuk pengeluaran pemerintah dalam
bentuk format baru yaitu belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan publik
(modal) dari tahun ketahun juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2003
realisasi belanja pelayanan publik sebesar 849061.5
juta rupiah, sedangkan untuk belanja aparatur daerah sebesar 938635 juta
rupiah. Sedangkan realisasi belanja publik di sulawesi selatan pada
tahun 2005 sebesar 2337250.6 juta
dan pada tahun 2006 sebesar Rp 2034772.8 juta rupiah. Dapat dilihat perbedaan
pengeluaran pemerintah pada tahun 2005 dengan 2006 yaitu sebesar 302.477,8 juta
dan terjadi penurunan sebesar -12.9%.
hal ini disebabkan oleh kurangnya anggaran untuk belanja modal sehingga terjadi
penurunan terhadap perkembangan pengeluaran pemerintah. Untuk tahun 2007 hingga
2008 perkembangan pengeluaran pemerintah mulai membaik dan menunjukkan
perkembangan yang positif. Bisa dilihat realisasi pengeluaran publik pada tahun
2007 sebesar Rp 3573753.0 juta dengan perkembangan sebesar 75.6 persen.
Hal ini
juga menunjukkan pada tahun 2007-2008 mengalami kenaikan perkembangan sebesar
4.46 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya. Adanya peningkatan pengeluaran
pemerintah yang digunakan untuk pembangunan dan penyediaan barang publik,
karena banyaknya barang publik yang tersedia dan infrastruktur yang memadai
yang dapat menunjang peningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan pada uraian yang
dikemukakan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengkaji seberapa besar
pengaruh pengeluaran konsumsi masyarakat dan pengeluaran pemerintah terhadap
pertumbuhan ekonomi propinsi Sulawesi Selatan dengan judul penelitian sebagai
berikut:
“PENGARUH KONSUMSI RUMAH TANGGA DAN
PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROPINSI SULAWESI SELATAN
PERIODE 1996-2008.”
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini