Anggaran
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pada organisasi
privat atau swasta, anggaran merupakan suatu hal yang sangat dirahasiakan,
sedangkan untuk organisasi sektor publik anggaran merupakan suatu hal yang
harus diketahui oleh publik untuk dievaluasi, dikritik, dan diberi masukan
dalam rangka meningkatkan kinerja instansi pemerintah.
Dikeluarkannya
Undang – undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 memberikan perubahan dalam
pengelolaan keuangan daerah sehingga terjadi reformasi dalam manajemen keuangan
daerah. Pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara transparan dan
akuntabel sesuai dengan regulasi yang mengatur mengenai keuangan daerah. Selain
perubahan terhadap sistem pengelolaan keuangan daerah, kedua undang – undang
tersebut merubah akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintah daerah dari
pertanggungjawaban vertikal (kepada pemerintah pusat) ke pertanggungjawaban
horizontal (kepada masyarakat melalui DPRD).
Undang
– undang No. 32 tahun 2004 dan Undang – undang No. 33 Tahun 2004 mengharuskan
pemerintah memenuhi akuntabilitas dengan memperhatikan beberapa hal, antara
lain anggaran, pengendalian akuntansi, dan sistem pelaporan.
Anggaran
menjadi suatu hal yang sangat relevan dan penting di lingkup pemerintahan
karena dampaknya terhadap akuntabilitas pemerintah, sehubungan dengan fungsi
pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adanya perubahan dalam
hal pertanggungjawaban dari pertanggungjawaban vertikal ke pertanggungjawaban
horizontal menuntut DPRD mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran.
Akuntabilitas melalui anggaran meliputi penyusunan anggaran sampai dengan
pelaporan anggaran.
Reformasi
anggaran yang dilakukan oleh pemerintah mengakibatkan perubahan struktur
anggaran dan perubahan proses penyusunan APBD untuk menciptakan transparansi
dan meningkatkan akuntabilitas publik. Bentuk reformasi anggaran dalam upaya
memperbaiki proses penganggaran adalah penerapan anggaran berbasis kinerja.
Penerapan
anggaran berbasis kinerja diatur dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan
diubah lagi dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan
keuangan daerah. Dalam peraturan ini, disebutkan tentang penyusunan Rencana
Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Adanya RKA-SKPD
ini berarti telah terpenuhinya kebutuhan
tentang anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas. Dimana anggaran berbasis
kinerja menuntut adanya output optimal atau pengeluaran yang dialokasikan
sehingga setiap pengeluaran harus berorientasi atau bersifat ekonomi, efisien,
dan efektif.
Anggaran Berbasis Kinerja
(Performance Based Budgeting) merupakan sistem penganggaran yang
berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi
dan rencana strategis organisasi
(Bastian, 2006:171). Anggaran
dengan pendekatan kinerja menekankan pada konsep value for money dan
pengawasan atas kinerja output. Pendekatan anggaran kinerja disusun untuk
mencoba mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional,
khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan
publik (Mardiasmo, 2002:84).
Anggaran yang tidak
efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan
yang telah disusun. Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan
umpan balik, sehingga upaya perbaikan secara terus menerus akan mencapai
keberhasilan di masa mendatang (Bastian,
2006: 275).
Penyusunan anggaran
berbasis kinerja bertujuan untuk dapat meningkatkan efisiensi pengalokasian
sumber daya dan efektivitas penggunaannya sesuai dengan perencanaan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah daerah sehingga dengan adanya anggaran berbasis
kinerja tersebut diharapkan anggaran dapat digunakan secara optimal untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dapat mendukung peningkatan
tranparansi dan akuntabilitas manajemen sektor publik. Selain itu, anggaran
berbasis kinerja memfokuskan pemanfaatan anggaran untuk perbaikan kinerja
organisasi yang berpedoman pada prinsip value
for money.
Penerapan ABK di Indonesia
mempunyai tantangan yang tidak ringan karena berubahnya sistem penganggaran.
Tantangan yang lebih berat adalah mengubah mind set tidak hanya pada
lingkungan Pemerintah (eksekutif), tetapi juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
sebagai lembaga legislatif. Mind set DPR dalam rangka pembahasan dan
penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) diharapkan juga berubah
menjadi output base, tidak lagi input base.
Penyusunan Rancangan APBD
di Pemerintah Kota Parepare dimulai dengan penyusunan KUA dan PPAS dan
dituangkan dalam nota kesepakatan PPA antara Kepala daerah dan DPRD, setelah
itu dilakukannya Penyusunan dan
penyampaiaan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD,
setealah adanya surat edaran ini setiap SKPD membuat RKA-SKPD
atas program dan kegiatan yang diusulkan pada tahun
bersangkutan. Kemudian dilakukannya enyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dan penyampaiannya,
setelah itu dilakukannya evaluasi APBD, ketika dalam proses evaluasi ini APBD
yang diajukan diterima, langkah selanjutnya adalah enetapan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Pemerintah Kota Parepare telah menyesuaikan struktur
APBD secara bertahap sesuai dengan peraturan yang berlaku terutama pergeseran
sistem anggaran tradisional ke sistem berbasis kinerja sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. Pada tahun 2003 dan
sebelumnya penyusunan APBD Kota Parepare menggunakan sistem MAKUDA (line item dan incremental) yang disusun
secara lebih sederhana . Tahun 2005 penyusunan APBD Kota Parepare menyesuaikan
dengan sistem anggaran berbasis kinerja
Pemerintah Kota Parepare telah menerapkan anggaran
berbasis kinerja pada penyusunan anggaran tahun 2005. Dengan diterapkannya
anggaran berbasis kinerja diharapkan anggaran yang disusun oleh pemerintah
dapat diwujudkan dengan baik sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai oleh pemerintah tersebut.
Pentingnya dilakukan penelitian ini adalah melihat dari
fenomena yang terjadi di lingkungan pemerintah daerah, dimana kinerja
pemerintah saat ini banyak disoroti oleh masyarakat, terutama kinerja instansi
pemerintah yang sebagian besar kegiatannya dibiayai oleh dana publik. Untuk
Pemerintah Kota Parepare, berdasarkan data APBD Tahun 2010 dan 2011, secara
keseluruhan belum menunjukkan indikasi adanya peningkatan kinerja dan perbaikan
kinerja yang signifikan dalam pelaksanaannya seperti yang diuraikan pada tabel
dibawah ini:
Tabel 1.1 Data APBD Pemerintah Kota
Parepare
Tahun 2010
No
Urut
|
Uraian
|
Jumlah (Rp)
|
Capaian
|
|
Anggaran 2010
|
Realisasi
|
%
|
||
2.
|
BELANJA
DAERAH
|
586.727.496.916,00
|
475.696.540.774,68
|
79,20%
|
2.1
|
Belanja
tidak langsung
|
238.585.587.290,00
|
210.922.630.625,00
|
94,23%
|
2.1.1
|
Belanja
Pegawai
|
216.768.995.893,00
|
195.279.028.891,00
|
95%
|
2.1.2
|
Belanja Bunga
|
6.000.000.000,00
|
3.634.813.721,68
|
78,44%
|
2.1.3
|
Belanja Subsidi
|
0,00
|
0,00
|
-
|
2.1.4
|
Belanja Hibah
|
9.670.626.385,00
|
6.184.793.000,00
|
99,67%
|
2.1.5
|
Belanja Bantuan Sosial
|
5.795.965.012,00
|
5.633.195.012,00
|
73,26%
|
2.1.6
|
Belanja Bagi Hasil Kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan pemerintahan Desa
|
0,00
|
0,00
|
-
|
2.1.7
|
Belanja Bantuan Keuangan Kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota/dan Pemerintahan Desa
|
0,00
|
0,00
|
|
2.1.8
|
Belanja Tidak Terduga
|
350.000.000,00
|
190.800.000,00
|
54,51
|
2.2
|
Belanja
Langsung
|
348.141.909.626,00
|
264.773.910.150,00
|
76,05
|
2.2.1
|
Belanja Pegawai
|
24.373.217.950,00
|
24.373.217.950,00
|
100
|
2.2.2
|
Belanja Barang dan Jasa
|
109.569.269.991,00
|
106.620.872.649,00
|
97,31
|
2.2.3
|
Belanja Modal
|
214.199.421.685.00
|
133.779.819.551,00
|
62,46
|
Sumber : LAKIP Kota Parepare Tahun 2010
Tabel 1.2 Data APBD Pemerintah Kota
Parepare
Tahun 2011
No
Urut
|
Uraian
|
Jumlah (Rp)
|
Capaian
|
|
Anggaran 2011
|
Realisasi
|
%
|
||
2.
|
BELANJA
DAERAH
|
632.675.101.041
|
501.088.626.625,64
|
79,20%
|
2.1
|
Belanja
tidak langsung
|
267.316.966.838
|
251.890.152.243,64
|
94,23%
|
2.1.1
|
Belanja
Pegawai
|
255.226.966.838
|
242.465.804.331
|
95%
|
2.1.2
|
Belanja Bunga
|
4.500.000.000
|
3.529.810.000,64
|
78,44%
|
2.1.3
|
Belanja Subsidi
|
-
|
-
|
-
|
2.1.4
|
Belanja Hibah
|
1.500.000.000
|
1.495.025.000
|
99,67%
|
2.1.5
|
Belanja Bantuan Sosial
|
5.740.000.000
|
4.205.012.912
|
73,26%
|
2.1.6
|
Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi /
Kabupaten / Kota dan Pemerintah Desa
|
-
|
-
|
-
|
2.1.7
|
Belanja Bantuan Keuangan Kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota/dan Pemerintahan Desa
|
-
|
-
|
-
|
2.1.8
|
Belanja Tidak Terduga
|
350.000.000
|
194.500.000
|
55,57%
|
2.2
|
Belanja
Langsung
|
365.358.134.203
|
249.198.474.382
|
68,21%
|
2.2.1
|
Belanja Pegawai
|
25.698.894.500
|
22.058.434.400
|
85,83%
|
2.2.2
|
Belanja Barang dan Jasa
|
134.663.209.273
|
104.789.688.778
|
77,82%
|
2.2.3
|
Belanja Modal
|
204.996.030.430
|
122.350.351.204
|
59,68%
|
Sumber : LAKIP Kota Parepare Tahun 2011
Dilihat
dari tabel diatas, dapat dilihat dari jumlah belanja yang dianggarkan untuk
membiayai program/kegiatan yang menunjukkan bahwa antara rencana anggaran yang
ditetapkan dengan realiasasi anggaran kegiatan terdapat ketidaktercapaian. Hal
ini terlihat dari selisih antara anggaran dengan realisasi belanja yang
mengalami kelebihan anggaran, ini menunjukkan dalam penyusunan APBD belum
sesuai dengan peraturan yang berlaku dan diindikasikan adanya program/kegiatan
yang belum sepenuhnya dilaksanakan.
Berdasarkan data APBD Tahun 2010 dan 2011 Pemerintah
Kota Parepare menunjukkan bahwa belanja langsung yang dianggarakan untuk
membiayai program/kegiatan mengalami peningkatan akan tetapi peningkatan
anggaran belanja langsung itu tidak dibarengi dengan peningkatan kinerja hal
ini dapat dilihat dari capaian kinerja program yang dituangkan dalam LAKIP.
Dalam LAKIP Kota Parepare Tahun 2010 menunjukkan bahwa capaian kinerja program
untuk tahun 2010 adalah sebesar 87,67% sedangkan untuk capaian kinerja program
untuk tahun 2011 sebesar 84,07% hal ini
menunjukkan bahwa terjadi penurunan sebesar 3,6% walaupun menurut Pedoman Penyusunan
Laporan Akuntabilitas Kinerja dikategorikan sangat baik dan baik.
Anggaran pada instansi pemerintah, selain berfungsi
sebagai alat perencanaan dan alat pengendalian, juga berfungsi sebagai
instrumen akuntabilitas publik atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan
program – program yang dibiayai dengan uang publik. Sebagai alat akuntabilitas
publik, penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan
menggunakan hasil dari dibelanjakannya dana publik tersebut. Sehingga pada
akhirnya dapat diperoleh gambaran mengenai kinerja instansi pemerintah.
Dalam rangka untuk
meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dikeluarkan regulasi
yang mengatur mengenai perubahan pengelolaan keuangan daerah untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan
yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab,
pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 (Inpres 7/1999)
tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) tersebut dipandang perlu untuk mengetahui kemampuan setiap
instansi dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Akuntabilitas
kinerja ini merupakan bentuk pelaporan kinerja yang harus dipertanggungjawabkan
oleh pihak yang diamanahkan untuk melaksanakan program / kegiatan dalam rangka
untuk mencapai visi dan misi dan rencana strategis yang telah ditetapkan oleh
organisasi.
Pengukuran capaian kinerja
dalam LAKIP Kota Parepare Tahun 2011 didasarkan kepada pengukuran dan evaluasi
pelaksanaan atas Rencana Kinerja Tahun 2011 yang telah ditetapkan dan merupakan
implementasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota
Parepare Tahun 2008 – 2013.
Pengukuran kinerja yang dilakukan merupakan metode Performance Gap, yang dilaksanakan dengan membandingkan antara
rencana kerja dengan capaian masing – masing kegiatan meliputi input, output, outcome, benefit, dan impact
yang dilakukan melalui suatu proses sistematis dan berkesinambungan untuk
menilai tingkat keberhasilan maupun kegagalan suatu program dan kegiatan. Namun,
pengukuran indikator benefit dan impact relatif sulit dilaksanakan. Berdasarkan
perhitungan dan analisis kinerja Pemerintah Kota Parepare yang dilakukan dengan
cara membandingkan rencana kinerja dengan tingkat realisasi, ternyata tingkat
pencapaian atas kegiatan dan sasaran menunjukkan capaian kinerja sebesar
84,70%. Namun masih terdapat beberapa performance
gap yang terjadi pada Tahun 2011, yang meliputi beberapa program
diantaranya program peningkatan produktivitas dan keterampilan, perlindungan
dan pengembangan lembaga ketenagakerjaan yang mengalami penurunan sebesar
38,08% dari tahun sebelumnya. Program penataan struktur industri dan
peningkatan kerja sama perdagangan internasional yang mengalami penurunan
sebesar 53,12% dari tahun sebelumnya.
Dalam
pengaruhnya terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, penerapan
penganggaran berbasis kinerja yang terukur melalui tahapan siklus anggaran
sesuai dengan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah yaitu,
dimulai dari perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran,
pelaporan/pertanggungjawaban, dan evaluasinya harus benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk menguji pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dalam penelitian Sugih Arti (2005)
dihasilkan bahwa variabel efisien dan efektivitas berpengaruh signifikan
terhadap akuntabilitas kinerja Dinas Pendidikan Kota Depok dan variabel ekonomi
tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja Dinas Pendidikan Kota Depok. Herawati
(2011) melakukan penelitian dengan judul Kejelasan Sasaran Anggaran,
Pengendalian Akuntansi, dan Sistem Pelaporan terhadap Akuntabilitas Kinerja
Pemerintah Daerah Kota Jambi, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan pengaruh kejelasan sasaran
anggaran, pengendalian akuntansi
dan sistem pelaporan terhadap akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah Di Kota
Jambi mempunyai pengaruh positif
signifikan. Secara parsial yang memiliki pengaruh negatif yaitu variabel variabel X1 (Kejelasan sasaran
anggaran) dan X2 (Pengendalian akuntansi), variabel yang mempunyai pengaruh positif yaitu variabel
sistem pelaporan (X3).
Kurniawan (2009) melakukan
penelitian dengan hasil bahwa penganggaran berbasis kinerja berpengaruh positif
dan signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
Muda (2005) melakukan
penelitian dengan judul Pengaruh
Perencanaan Anggaran dan Pelaksanaan Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah pada Skretariat Kota Kotamadya Jakarta Selatan. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh Perencanaan Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah pada Sekretariat Kota Kotamadya Jakarta Selatan dan terdapat
pengaruh Pelaksanaan Anggaran terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah pada Sekretariat Kota Kotamadya Jakarta Selatan.Dari hasil pengujian
hipotesis diperoleh bahwa t hitung 27,697 > t tabel 1,645. Terdapat pengaruh
Perencanaan Anggaran dan Pelaksanaan Anggaran secara bersama-sama terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pada Sekretariat Kota Kotamadya
Jakarta Selatan.
Harjanti (2009) melakukan
penelitian dengan judul Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, hasil dari penelitiannya menunjukkan
bahwa Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja mempunyai pengaruh yang sangat lemah
terhadap akuntabilitas instansi pemerintah.
Nina
(2009) meneliti Pengaruh Implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja terhadap
Akuntabilitas Instansi Pemerintah Daerah, dengan variabel independen
Penganggaran Berbasis Kinerja dan variabel dependen Akuntabilitas Instansi
Pemerintah dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa implementasi penganggaran
berbasis kinerja berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap
akuntabilitas instansi pemerintah daerah.
Skripsi
ini merupakan pengembangan/replikasi dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya, yang membedakan skripsi ini dengan penelitian yang telah
ada adalah bahwa penelitian ini dilakukan pada tempat yang berbeda, dan responden yang digunakan.
Melihat berbagai permasalahan yang diuraikan diatas, dan
perebedaan dari beberapa hasil penelitian, peneliti berkeinginan untuk
melakukan penelitian mengenai Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah dengan menggunakan
empat variabel dalam mengukur penerapan
anggaran berbasis kinerja yaitu, perencanaan anggaran (X1), pelaksanaan
anggaran (X2), pelaporan/pertanggungjawaban anggaran(X3), dan evaluasi kinerja
(X4).