Menurut Siswanto Sudomo (Anoraga 2003: 8) pasar modal adalah pasar tempat diterbitkan serta diperdagangkan
surat-surat
berharga
jangka
panjang,
khususnya obligasi dan saham. Saham
merupakan salah satu jenis efek yang
banyak diperdagangkan di pasar modal. Dewasa ini dengan semakin banyaknya
emiten yang mencatatkan sahamnya di bursa efek mengakibatkan perdagangan saham semakin marak dan semakin banyak
investor yang tertarik
untuk terjun dalam jual beli saham.
Tingkat keuntungan
investasi
dalam
saham
di
pasar
modal
sangat
dipengaruhi oleh harga saham yang bersangkutan. Maka untuk dapat memperoleh keuntungan investasi
yang diinginkan, seorang investor harus mengetahui
faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham
di pasar modal serta
mampu melakukan
analisis terhadap saham-saham yang ada ( Resmi 2002: 219). Analisis fundamental dan analisis teknikal
adalah analisis yang sering digunakan untuk mengukur nilai
suatu saham. Analisis fundamental adalah analisis yang berhubungan dengan kondisi keuangan
perusahaan sedangkan
analisis teknikal adalah analisis
yang
memusatkan perhatian pada indeks saham, harga atau statistik pasar lainnya atau faktor psikologis investor dalam menemukan pola yang
mungkin dapat memprediksikan dari gambaran yang telah dibuat.
Menurut Francis (Anastasia,
2003: 125)
mengatakan bahwa untuk memperkirakan harga saham dapat menggunakan
analisis
fundamental
yang
menganalisis kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham
tersebut. Secara teoritis informasi fundamental berpengaruh terhadap return
saham. Pengaruh informasi fundamental terhadap harga saham
bisa
berbeda
untuk kelompok perusahaan tertentu.
Stoner et. al.
(Anastasia, 2003: 125) analisis
fundamental
berkaitan
dengan penilaian kinerja
perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya. Untuk menganalisis kinerja
perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi
dalam empat kelompok, yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio solvabilitas, dan profitabilitas. Horrigan (Tuasikal, 2001: 763) menyatakan bahwa rasio
keuangan berguna
untuk
memprediksi
kesulitan keuangan perusahaan. Dengan rasio keuangan
memungkinkan investor
menilai kondisi keuangan dan hasil
operasi perusahaan saat ini dan dimasa lalu serta
sebagai pedoman para investor
mengenai kinerja masa lalu dan masa mendatang.
Dengan analisis tersebut,
para investor mencoba memperkirakan harga saham di masa mendatang dengan mengestimasi nilai dari faktor-faktor fundamental yang
mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang dan menerapkan
hubungan faktor-faktor tersebut sehinggan diperoleh taksiran harga saham.
Analisis dan interprestasi dari macam-macam rasio dengan mengkombinasikan berbagai rasio tersebut dapat memberikan
pandangan tentang kondisi keuangan dan prestasi perusahaan. Apabila hasil perhitungan dari rasio- rasio tersebut menunjukkan
hasil
yang baik bisa
dikatakan
bahwa kinerja
perusahaan tersebut juga
baik,
dan
sebaliknya apabila
hasil perhitungan menunjukkan hasil yang
kurang baik maka kinerja perusahaan kurang baik pula.
Analisis rasio pada perkembangannya mempunyai kendala dan keterbatasan dimana setiap rasio dianalisis
secara terpisah (Weston 1993:163). Pengaruh gabungan beberapa
rasio hanya berdasarkan pertimbangan para analis keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut Altman mencoba menerapkan suatu model prediksi sebagai kombinasi berbagai rasio untuk mengatasi
kekurangan dari analisis keuangan dengan teknik regresi
dan analisis diskriminan. Altman (Adnan 2001:184), menguji manfaat rasio keuangan
untuk
mengetahui bagaimana kesehatan keuangan suatu
perusahaan serta memprediksi kebangkrutan. Dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa rasio keuangan
(profitabilitas, liquidity, dan
solvancy) bermanfaat dalam memprediksi
kebangkrutan serta menemukan lima rasio keuangan yang dapat
digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan.
Kelima rasio tersebut antara lain: Working Capital to Total Assets Ratio, Retained Earning to Total Assets Ratio, Earning
Before Interest and Taxes
to Total Assets Ratio, Market of Equity to Book Value of Total Debt Ratio, Sales to
Total
Assets
Ratio.
Kelima rasio inilah yang
akan
digunakan dalam menganalisis laporan
keuangan sebuah
perusahaan untuk kemudian mendeteksi kesehatan keuangan perusahaan tersebut.
Dengan menggunakan kelima macam
rasio tersebut kemudian dicoba diterapkan untuk menganalisis laporan
keuangan dalam bentuk diskriminan.
Dengan
mengambil rata-rata dari perhitungannya
ditentukan batasan klasifikasi minimum sebesar 2,675 untuk mengklasifikasikan
perusahaan dalam keadaan sehat atau
dalam
keadaan
tidak
sehat.
Hasil dari perhitungan Altman lebih dikenal dengan sebutan Altman Z – Score. Altman Z –
Score dapat digunakan untuk:
1.
Menguji karakteristik unik dari kegagalan usaha dengan menentukan sejumlah variabel yang merupakan indikator efektif untuk
memprediksi
kegagalan
usaha.
2.
Menganalisis dan menilai kinerja perusahaan
dengan analisis rasio keuangan.
Temuan Altman tersebut diperkuat oleh
eksperimen
Beaver.
Beaver
memberikan
ekstensi dari temuan Altman dengan jumlah sampel dan mengkaitkan
rasio-rasio keuangan tersebut dengan
harga saham. Kesimpulan lainnya adalah para investor mengakui dan menyesuaikan
posisi
solvency
yang baru
dari
perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan selanjutnya membawa informasi rasio keuangan tersebut ke dalam harga saham (Supardi, 2003: 74).
Berbagai macam
penelitian telah dilakukan untuk mengetahui manfaat analisis keuangan dengan menggunakan rasio keuangan.
Diantaranya
adalah
penggunaan rasio-rasio keuangan untuk mengetahui
bagaimana kesehatan
suatu perusahaan dan memprediksi kegagalan
usaha
perusahaan
serta pengaruhnya
terhadap harga saham.
Harjun Muharam
melakukan
penelitian untuk mengetahui
pengaruh
informasi fundamental terhadap harga saham pada 100 emiten terbaik
di BEJ Tahun 2002 versi majalah investor.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa laba
operasi bersih (NOM), perputaran aktiva (ATO), dan nilai pasar (MV) berpengaruh positif terhadap harga saham. Askam Tuasikal melakukan
penelitian yang bertujuan untuk menguji secara empiris apakah informasi akuntansi dalam bentuk rasio keuangan dapat bermanfaat dalam memprediksi return
saham pada perusahaan pemanufakturan dan nonpemanufakturan untuk satu periode
sampai dua tahun
kedepan.
Hasil
pengujiannya menunjukkan baik pada perusahaan
pemanufakturan atau nonpemanufakturan informasi dalam bentuk rasio keuangan tidak bermanfaat untuk memprediksi return saham periode satu tahun kedepan, sedangkan pada perusahaan pemanufakturan
hasil
pengujian menunjukkan
informasi akuntansi dalam
bentuk
rasio keuangan
tertentu
bermanfaat dalam memprediksi return saham. Ou dan Penman (Tuasikal,
2001: 764)
menguji manfaat
analisis
laporan
keuangan
dalam
memprediksi return saham.
Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa
informasi akuntansi mengandung informasi fundamental
yang tidak tercermin dalam harga saham. Sedangkan
Ngaisah dan Indriantoro (Muharam
2002:59) dengan mengambil 34 perusahaan di BEJ melakukan penelitian tentang muatan informasi pada laba, modal kerja
dari
operasi, dan arus kas dari operasi bagi investor di BEJ. Mereka menyimpulkan
bahwa informasi laba akuntansi
dan informasi modal kerja operasi
dari laporan keuangan tahunan
tidak memiliki muatan informasi bagi investor di pasar modal
Indonesia.
Berbeda dengan penelitian di atas Muhammad Akhyar Adnan dan Eni Kurniasih serta Muji dan Anies (1995)
sama-sama melakukan penelitian dengan menggunakan model yang dibangun
oleh Altman
untuk meramalkan kebangkrutan perusahaan public. Dalam penelitiannya Adnan dan Eni Kurniasih
menunjukkan bahwa analisis
tingkat kesehatan bisa digunakan
untuk memprediksi potensi kebangkrutan. Sedangkan Muji dan
Anies menyimpulkan bahwa meskipun diskriminan Altman dinyatakan sebagai alat prediksi untuk perusahaan
pabrikasi saja, analisis ini menunjukkan bahwa apabila digabungkan dengan rasio maka analisis diskriminan Altman dapat diterapkan pada industri
lain sebagai sarana untuk memberikan sinyal bagi beberapa pihak seperti investor,
manajemem perusahaan, kreditor dan BAPEPAM
selaku pengawas pasar modal di Indonesia.
Perkembangan investasi di Indonesia semenjak krisis
moneter di tahun 1998 belumlah
benar-benar pulih seiring
dengan belum stabilnya perekonomian Indonesia. Para investor selama ini cenderung hanya memilih berinvestasi pada industri-industri yang menjadi primadona pasar
saja, hal ini wajar sebab
para investor tersebut menginginkan pengembalian yang tinggi dari investasinya.
Tetapi industri-industri yang jarang dilirik oleh investor
tersebut
terkadang
mempunyai prospek
yang bagus di masa depan. Industri
jasa khususnya industri pariwisata kurang mendapat
perhatian dari invesstor, padahal sektor industri
ini cukup menjanjikan dilihat dari
kondisi Indonesian yang mendukung perkembangan industri ini.
Hal ini diperparah lagi
dengan adanya teror
yang mengancam keamanan Indonesia yaitu adanya aksi bom di Bali tahun 2002 yang
tak hanya menewaskan ratusan wisman, melainkan juga
menghancurkan
kepercayaan para pelancong
dan pemodal terhadap Indonesia. Dampak dari
peristiwa ini dirasakan oleh berbagai
sektor industri di Indonesia tak terkecuali sektor industri
jasa yang meliputi industri restoran, hotel, dan pariwisata, sektor transportasi dan telekomunikasi. Sektor
yang
terkena
imbas
langsung dari peristiwa tersebut adalah sektor
pariwisata yang termasuk dalam industri
jasa. Sektor pariwisata yang mengalami shock
berat, tidak dihindari akan membawa dampak pada masing-masing perseroan yang bergerak
dibidang ini. Di tengah
gejolak pasar akibat pemboman Bali,
sikap pesimis pun melanda para pelaku
pasar, khususnya pemodal lokal. Mereka seakan kehilangan pegangan dan
beramai-ramai melakukan aksi jual.
Penurunan yang tajam pada pekan ketiga Oktober 2002, menurut analis, justru berbanding terbalik dengan kinerja fundamental emiten. Hal ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa kinerja fundamental emiten berpengaruh terhadap harga saham. Yang terjadi di pasar hanya kepanikan tanpa dasar. Analis dari Danareksa Securities, Ferry Latuhihin dalam majalah Investor mengatakan kepanikan yang terjadi di pasar tersebut membenarkan argumen Daniel Kahdemen yang memenangkan nobel dengan argumen bahwa masalah psikologis sangat berpengaruh di bursa saham.
Penurunan yang tajam pada pekan ketiga Oktober 2002, menurut analis, justru berbanding terbalik dengan kinerja fundamental emiten. Hal ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa kinerja fundamental emiten berpengaruh terhadap harga saham. Yang terjadi di pasar hanya kepanikan tanpa dasar. Analis dari Danareksa Securities, Ferry Latuhihin dalam majalah Investor mengatakan kepanikan yang terjadi di pasar tersebut membenarkan argumen Daniel Kahdemen yang memenangkan nobel dengan argumen bahwa masalah psikologis sangat berpengaruh di bursa saham.
Sebelum Tragedi Bali, periode
Januari-September
2002,
persetujuan
PMDA sudah anjlok 68,5% dan persetujuan PMA turun 11%. Realisasi
investor lebih minim lagi yakni hanya berkisar 10-30% dari persetujuan (Investor,2003 :3). Bom di Bali makin menghancurkan peluang investasi di Indonesia sebab investor
merasa Indonesia bukan tempat yang aman untuk berinvestasi. Bila tanpa ledakan di Bali perkembangan investasi di Indonesia masih memprihatinkan, apalagi dengan adanya teror keamanan di Indonesia. Sektor pariwisata sangat terganggu
dengan adanya teror keamanan tersebut. Akibatnya bisnis transportasi, komunikasi
dan perhotelan makin menurun. Hal ini diketahui
dengan menurunnya tingkat hunian hotel di Bali hingga 51%. Menurunnya
tingkat hunian ini tentunya
terkait dengan adanya pembatalan kunjungan wisatawan
ke Bali yang mencapai 2.725 orang. Dan hal ini otomatis menurunkan pendapatan perseroan-perseroan yang bergerak di bidang pariwisata.
Dengan adanya peristiwa
tersebut banyak perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata mengalami kesulitan keuangan,
sehingga perlu diadakannya suatu analisis untuk mengetahui bagaimana kondisi
keuangan perusahaan. Sebuah analisis tentang kondisi kesehatan keuangan suatu perusahaan juga bermanfaat bagi para investor, apalagi
kondisi keuangan perusahaan-perusahaan yang telah go public dan kaitannya dengan
harga saham.
Dari latar
belakang
di atas serta
melihat pada
penelitian-penelitian sebelumnya bahwa
formula Altman dapat digunakan untuk mengetahui
kondisi keuangan suatu perusahaan, sehingga penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana tingkat kesehatan kinerja
keuangan perusahaan dan pengaruhnya
terhadap harga saham dengan judul “ ANALISIS KINERJA
KEUANGAN
PENDEKATAN ALTMAN DAN PENGARUHNYA
TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN JASA GO PUBLIC DI
BURSA EFEK JAKARTA”.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (BUKAN pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini