Sebuah survei di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa 78% perusahaan menyatakan bahwa iklan televisi berdurasi 30 detik sudah tidak efektif lagi. Akibatnya, dibutuhkan media ataupun cara alternatif untuk mendekati konsumen, mulai dari mensponsori program televisi, iklan interaktif di tengah acara, penempatan produk di acara tertentu, hingga beriklan melalui video Internet. (Sakti:2006)
Pada 1940, Paul Lazarsfeld melakukan wawancara berulangkali terhadap 600 warga Erie Country, Ohio, Amerika Serikat. Tujuannya mengetahui seberapa besar peranan media massa dalam mengubah pemilih dalam menentukan pilihannya. Hasilnya selama itu orang beranggapan bahwa media massa sangat efektif mengubah pilihan pemilih. Itu sebabnya jutaan dollar dihabiskan untuk promosi lewat media massa.
Ternyata temuan Lazarsfeld menunjukkan bahwa pengaruh langsung dari media massa terhadap pilihan pemilih sangat kecil. Hasil ini yang menyebabkan Lazarsfeld dan kawan-kawannya mengemukakan dalil, “ Two Step Flow of Communication. “ atau arus komunikasi dua tahap. Pertama, media massa memepengaruhi pemuka pendapat (opinion leader) . Kedua, opinion leader kemudian mempengaruhi individu-individu lainnya.(Aruman:2007)
Lazarfeld dan Katz mengungkapkan bahwa pada pertengahan tahun 1940, MacFadden Publication mensponsori suatu proyek penelitian mengenai pengaruh antar pribadi dan media massa terhadap keputusan 800 konsumen wanita . Hasilnya pengaruh media massa jauh lebih kecil dibandingkan dengan jaringan antar pribadi. Saat ini ketika konsumen semakin pintar dan diperparah dengan semakin mudahnya informasi diperoleh. Para pelaku bisnis industri komunikasi pemasaran sekarang mendapati adanya perubahan lingkungan dan perubahan ini secara cepat membuat pendekatan media massa traditional tidak efektif.
Pada September 2006, Marketing Research Indonesia (MRI) melakukan riset dengan melibatkan 202 responden laki-laki dan perempuan, usia 8 tahun ke atas, kelas sosial menengah keatas di Jakarta. Pertanyaan yang diajukan adalah, media apa yang menjadi sumber terbaik untuk mendapatkan informasi berbagai kategori mulai restoran, cafe, mobil baru, komputer, produk perbankan, asuransi, rumah sakit, makanan, hingga produk rumah tangga.Hasilnya mengejutkan.Karena ternyata bukan iklan televisi yang menjadi sumber informasi terbaik dan memberi pengaruh terbesar dalam pengambilan keputusan, melainkan Word Of Mouth. Dari 10 kategori yang ditanyakan, ada 8 kategori yang dianggap konsumen pengaruh terbesarnya muncul dari Word Of Mouth, bukan iklan Above The Line. Hanya di satu kategori yaitu mobil baru, pengaruh Above The Line sangat besar. Hal ini mungkin disebabkan iklan Above The Line terutama televisi, mampu memperlihatkan visual mobil dengan jelas. Survey menunjukkan, pada hampir semua kategori, sumber Word Of Mouth adalah wanita.
Kecuali pada kategori cafe, mobil, dan komputer, pria lebih dominan.(Puspito:2007)
Harry Puspito yang merupakan Direktur pengelola Marketing Research Indonesia (MRI) mengatakan riset ini tentu saja bukan untuk mengabaikan peran iklan Above The Line, namun sebagai sarana pengingat kepada para pemilik merek agar memberi perhatian lebih kepada penggunaan Word Of Mouth dalam membangun sebuah merek. Sekaligus juga peluang bagi merek yang merasa kurang mampu bertarung di media televisi karena keterbatasan dana komunikasi atau karena ingin mengefisienkan dana yang dimiliki. Namun hal yang paling dasar, Word Of Mouth akan tercipta ketika produk yang kita kirim memberi kepuasan kepada penggunanya.
Pada Global Consumer Study 2007 yang dilakukan oleh lembaga riset Nielsen, menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran lima besar negara dimana Word Of Mouth dianggap sebagai bentuk iklan yang paling kredibel. Dari 47 negara di dunia, Indonesia menempati peringkat 3 dengan 89%. Di posisi pertama dan kedua ada HongKong dan Taiwan. Kemudian lima besar yang lainnya juga negara Asia, yaitu India dan Korea Selatan. Masih berdasarkan hasil survey, ternyata lima negara tersebut juga yang paling mengandalkan rekomendasi dari orang lain mengenai suatu merek.
Urutan lima besar sama saja dengan sebelumnya. Kemudian dari seluruh responden di dunia, mayoritas menjawab bahwa rekomendasi dari konsumen lain adalah salah satu bentuk iklan yang paling dipercaya. Implikasinya terhadap para pemasar antara lain mereka akan berfokus kepada kepuasan pelanggan. Jika pelanggan puas tentunya mereka akan mempromosikannya Word Of Mouth. Lalu selain berfokus kepada kepuasan pelanggan, tentunya pemasar juga bisa mengelola aktivitas buzz marketing ini.(Putri:2007)
Word-of-Mouth tidak hanya melibatkan berita baik, namun juga berita buruk. Artinya, tidak mempedulikan seberapa banyak dan baik iklannya, maka jika ada pengalaman yang buruk mengenai merek tertentu, tentu akan menyebar dengan sangat cepat. Sehingga bisa mencederai penjualan dari merek tertentu. Oleh karena itu, pemasar juga dapat memanfaatkan langkah-langkah diatas untuk mengatasi word-of-mouth yang negatif. Namun tentu saja hal yang paling utama tetaplah pelayanan pelanggan yang superior. Karena dari sanalah semuanya bermula. Pelayanan superior adalah langkah paling efektif dalam melawan word-of-mouth yang negatif. (Putri:2007).
Tidak ada yang tahu pasti kapan Word Of Mouth mulai muncul. Mungkin ketika manusia pertama lahir, Word Of Mouth sudah ada namun tidak dikonsepkan. Penyebaran agama tentu saja menggunakan Word Of Mouth. Evolusi marketing membuat advertising muncul. Media massa mengeruk keuntungan besar pada konsep marketing Above The Line. Advertiser kini bekerja jauh lebih keras dari yang pernah dilakukan sebelumnya karena pelanggan semakin sulit dipahami. Perkembangan teknologi pun membuat konsumen semakin cekatan dalam menghindari advertising tradisional. Word Of Mouth adalah sebuah konsep paling sederhana dalam marketing namun juga sebuah konsep marketing yang tidak akan hilang ditelan ombak. Kini para pemasar mengadopsi kembali konsep Word Of Mouth. Ini karena melihat kenyataan bahwa pembelian bukan sebagai respons dari iklan, namun sebagai respons dari apa yang mereka dengar sebelumnya dari sumber-sumber yang dipercayai. (Seta:2007).
Begitu gencarnya konsep Word Of Mouth belakangan ini sehingga sejak tiga tahun lalu telah lahir sebuah organisasi resmi untuk membahas perkembangan konsep, teori dan etika di bidang Word Of Mouth yang bernama Word of Mouth Marketing Association (WOMMA) yang menentukan standar pelaksanaan dan pengembangan program Word Of Mouth bagi para pemasar di seluruh belahan dunia.(Sumardy:2007).
Contoh-contoh Word Of Mouth yang berhasil dapat dilihat pada Breadtalk dan J.Co. usaha makanan yang dibuat oleh pebisnis Johny Andrean yang dikenal sukses membesarkan jaringan salon Johny andrean.Berkat Word Of Mouth lah yang tercipta lewat antrian pelanggan yang selalu terlihat pada tokonya yang kini membuat usaha tersebut sukses dan selalu dibanjiri pelanggan hingga mereka rela antri panjang hanya untuk mendapatkan roti Breadtalk dan donat J.Co. Contoh lain selain bisnis makanan ada pada program milik Unilever Agen 1000 sunlight. Program ini tidak hanya membuat para ibu-ibu membicarakan dan mempromosikan Sunlight tetapi juga ikut menjual Sunlight kepada ibu-ibu lainnya.(Hendriani:2007).
Seperti contoh di atas Word Of Mouth tidak hanya untuk produk makanan, tetapi produk selain makanan juga bisa menerapkan Word Of Mouth sebagai salah satu alat komunikasi pemasarannya. Salah satu bidang jasa yang bisa menerapkan Word Of Mouth sebagai bagian dari komunikasi pemasarannya adalah asuransi dan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang asuransi yang cukup sukses menerapkan Word Of Mouth adalah PT. Asuransi Bina Dana Arta Tbk. Yang biasa disingkat ABDA. Di dalam penelitian ini Word Of Mouth menurut Henry Assael (1998) dibagi menjadi tiga yaitu Sales Person, Telemarketer dan Opinion Leader. Ketiga elemen ini yang digunakan perusahaan sebagai salah satu alat komunikasi pemasarannya. (Data Internal PT. ABDA Tbk. Cabang Surabaya).
Asuransi ini berpusat di Jakarta tepatnya di Plaza ABDA lantai 27 jalan Jenderal Sudirman Kav. 59 dan mempunyai cabang dan anak cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Asuransi ini sudah lama berdiri sejak 1982 sampai sekarang. Asuransi ini memiliki beberapa produk yang beragam tapi dalam penelitian ini hanya akan meneliti asuransi kebakaran, kendaraan bermotor dan kesehatan saja karena ketiga asuransi ini merupakan asuransi yang paling diminati oleh konsumen sehingga mempunyai jumlah nasabah yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis asuransi lain. (Data Internal PT. ABDA Tbk. Cabang Surabaya).
Pada tahun 2005 sempat mengalami kerugian Rp 8,4 miliar hal ini disebabkan perang premi antar asuransi yang luar biasa dan jumlah klaim yang masih tinggi mencapai Rp 103,66 miliar.Selain perang premi, meningkatnya harga bahan bakar minyak juga meningkatkan biaya operasional perseroan. Padahal tahun 2004 perseroan mencatat laba sebesar Rp 8,48 miliar.Tahun 2005 perseroan menghasilkan pendapatan premi bruto sebesar Rp 173,91 miliar, meningkat 5,7 persen atau Rp 9,39 miliar dari tahun 2004 sebesar Rp 164,52 miliar. sebesar 55,2 persen diantaranya diperoleh dari kendaraan bermotor sedangkan sisanya berasal dari asuransi kebakaran dan kesehatan. (Data Internal PT. ABDA Tbk. Cabang Surabaya).
Tetapi pada tahun 2006 asuransi ini mampu bangkit kembali. Hal ini terbukti dari peningkatan laba yang terjadi dari yang tadinya rugi Rp 8,4 miliar menjadi laba Rp 1,79 miliar. Ini disebabkan karena ada penurunan klaim dari Rp 103,66 miliar menurun menjadi Rp 96,48 miliar disamping itu juga terjadi peningkatan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan lain baik dari bank pemerintah seperti Bank Mandiri dan Bank BRI, bank swasta seperti Bank BCA, Bank NISP, Bank Ekonomi dan Bank CNB untuk mengasuransikan asset dari nasabah yang mengambil kredit pada bank tersebut dan leasing atau finance seperti Pratama Finance, Interdana Finance, BII Finance, ITC Auto Finance, Krisna Multi Finance, Financia Finance, Opto Multi Arta Finance dan BFI Finance Indonesia. Dari peningkatan kerja sama itulah maka secara otomatis terjadi peningkatan nasabah sehingga meningkat pula pendapatan preminya. (Data Internal PT. ABDA Tbk. Cabang Surabaya).
Di Jawa Timur hanya terdapat satu cabang dari PT. Asuransi Bina Dana Arta Tbk. ini yaitu cabang Surabaya yang juga mempunyai anak cabang di Jember yang berdiri sejak 1998 dan anak cabang Malang yang baru berdiri April 2007 kemarin. (Data Internal PT. ABDA Tbk. Cabang Surabaya). Pendirian anak cabang dari cabang Surabaya ini karena cabang Surabaya sudah kewalahan menangani nasabah yang berada di luar kota yang jumlah permintaannya cukup banyak selain itu juga untuk efisiensi biaya dan meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan sehingga pelanggan merasa puas dan bukan tidak mungkin akan menceritakan kepada teman-temannya sehingga teman-temannya terpengaruh dan memilih untuk memiliki polis di PT. Asuransi Bina Dana Arta Tbk. pula. Sebab asuransi ini selalu mengutamakan kepuasan pelanggannya karena ini merupakan salah satu strateginya untuk mendapatkan nasabah baru. Mengingat asuransi ini sama sekali tidak menggunakan iklan di televisi untuk strategi promosinya jadi kebanyakan nasabah memperoleh informasi tentang asuransi ini dari lingkungan mereka atau kerabat dekat mereka.
Pada cabang Surabaya ini juga terjadi peningkatan keuntungan dari yang tahun 2006 rugi sebesar Rp 35,43 juta dan pada tahun 2007 mampu meraup keuntungan sebesar Rp 791,766 juta.
Pada penelitian ini hanya jenis nasabah perorangan yang akan diteliti karena jenis nasabah tersebut memutuskan untuk menjadi nasabah tanpa adanya paksaan dari pihak lain dan wilayah yang dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah wilayah Surabaya Selatan karena wilayah ini yang paling banyak mengalami peningkatan jumlah nasabah dari tahun 2006 ke tahun 2007 dibandingkan dengan wilayah lain di Surabaya.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (BUKAN pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Pada 1940, Paul Lazarsfeld melakukan wawancara berulangkali terhadap 600 warga Erie Country, Ohio, Amerika Serikat. Tujuannya mengetahui seberapa besar peranan media massa dalam mengubah pemilih dalam menentukan pilihannya. Hasilnya selama itu orang beranggapan bahwa media massa sangat efektif mengubah pilihan pemilih. Itu sebabnya jutaan dollar dihabiskan untuk promosi lewat media massa.
Ternyata temuan Lazarsfeld menunjukkan bahwa pengaruh langsung dari media massa terhadap pilihan pemilih sangat kecil. Hasil ini yang menyebabkan Lazarsfeld dan kawan-kawannya mengemukakan dalil, “ Two Step Flow of Communication. “ atau arus komunikasi dua tahap. Pertama, media massa memepengaruhi pemuka pendapat (opinion leader) . Kedua, opinion leader kemudian mempengaruhi individu-individu lainnya.(Aruman:2007)
Lazarfeld dan Katz mengungkapkan bahwa pada pertengahan tahun 1940, MacFadden Publication mensponsori suatu proyek penelitian mengenai pengaruh antar pribadi dan media massa terhadap keputusan 800 konsumen wanita . Hasilnya pengaruh media massa jauh lebih kecil dibandingkan dengan jaringan antar pribadi. Saat ini ketika konsumen semakin pintar dan diperparah dengan semakin mudahnya informasi diperoleh. Para pelaku bisnis industri komunikasi pemasaran sekarang mendapati adanya perubahan lingkungan dan perubahan ini secara cepat membuat pendekatan media massa traditional tidak efektif.
Pada September 2006, Marketing Research Indonesia (MRI) melakukan riset dengan melibatkan 202 responden laki-laki dan perempuan, usia 8 tahun ke atas, kelas sosial menengah keatas di Jakarta. Pertanyaan yang diajukan adalah, media apa yang menjadi sumber terbaik untuk mendapatkan informasi berbagai kategori mulai restoran, cafe, mobil baru, komputer, produk perbankan, asuransi, rumah sakit, makanan, hingga produk rumah tangga.Hasilnya mengejutkan.Karena ternyata bukan iklan televisi yang menjadi sumber informasi terbaik dan memberi pengaruh terbesar dalam pengambilan keputusan, melainkan Word Of Mouth. Dari 10 kategori yang ditanyakan, ada 8 kategori yang dianggap konsumen pengaruh terbesarnya muncul dari Word Of Mouth, bukan iklan Above The Line. Hanya di satu kategori yaitu mobil baru, pengaruh Above The Line sangat besar. Hal ini mungkin disebabkan iklan Above The Line terutama televisi, mampu memperlihatkan visual mobil dengan jelas. Survey menunjukkan, pada hampir semua kategori, sumber Word Of Mouth adalah wanita.
Kecuali pada kategori cafe, mobil, dan komputer, pria lebih dominan.(Puspito:2007)
Harry Puspito yang merupakan Direktur pengelola Marketing Research Indonesia (MRI) mengatakan riset ini tentu saja bukan untuk mengabaikan peran iklan Above The Line, namun sebagai sarana pengingat kepada para pemilik merek agar memberi perhatian lebih kepada penggunaan Word Of Mouth dalam membangun sebuah merek. Sekaligus juga peluang bagi merek yang merasa kurang mampu bertarung di media televisi karena keterbatasan dana komunikasi atau karena ingin mengefisienkan dana yang dimiliki. Namun hal yang paling dasar, Word Of Mouth akan tercipta ketika produk yang kita kirim memberi kepuasan kepada penggunanya.
Pada Global Consumer Study 2007 yang dilakukan oleh lembaga riset Nielsen, menunjukkan bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran lima besar negara dimana Word Of Mouth dianggap sebagai bentuk iklan yang paling kredibel. Dari 47 negara di dunia, Indonesia menempati peringkat 3 dengan 89%. Di posisi pertama dan kedua ada HongKong dan Taiwan. Kemudian lima besar yang lainnya juga negara Asia, yaitu India dan Korea Selatan. Masih berdasarkan hasil survey, ternyata lima negara tersebut juga yang paling mengandalkan rekomendasi dari orang lain mengenai suatu merek.
Urutan lima besar sama saja dengan sebelumnya. Kemudian dari seluruh responden di dunia, mayoritas menjawab bahwa rekomendasi dari konsumen lain adalah salah satu bentuk iklan yang paling dipercaya. Implikasinya terhadap para pemasar antara lain mereka akan berfokus kepada kepuasan pelanggan. Jika pelanggan puas tentunya mereka akan mempromosikannya Word Of Mouth. Lalu selain berfokus kepada kepuasan pelanggan, tentunya pemasar juga bisa mengelola aktivitas buzz marketing ini.(Putri:2007)
Word-of-Mouth tidak hanya melibatkan berita baik, namun juga berita buruk. Artinya, tidak mempedulikan seberapa banyak dan baik iklannya, maka jika ada pengalaman yang buruk mengenai merek tertentu, tentu akan menyebar dengan sangat cepat. Sehingga bisa mencederai penjualan dari merek tertentu. Oleh karena itu, pemasar juga dapat memanfaatkan langkah-langkah diatas untuk mengatasi word-of-mouth yang negatif. Namun tentu saja hal yang paling utama tetaplah pelayanan pelanggan yang superior. Karena dari sanalah semuanya bermula. Pelayanan superior adalah langkah paling efektif dalam melawan word-of-mouth yang negatif. (Putri:2007).
Tidak ada yang tahu pasti kapan Word Of Mouth mulai muncul. Mungkin ketika manusia pertama lahir, Word Of Mouth sudah ada namun tidak dikonsepkan. Penyebaran agama tentu saja menggunakan Word Of Mouth. Evolusi marketing membuat advertising muncul. Media massa mengeruk keuntungan besar pada konsep marketing Above The Line. Advertiser kini bekerja jauh lebih keras dari yang pernah dilakukan sebelumnya karena pelanggan semakin sulit dipahami. Perkembangan teknologi pun membuat konsumen semakin cekatan dalam menghindari advertising tradisional. Word Of Mouth adalah sebuah konsep paling sederhana dalam marketing namun juga sebuah konsep marketing yang tidak akan hilang ditelan ombak. Kini para pemasar mengadopsi kembali konsep Word Of Mouth. Ini karena melihat kenyataan bahwa pembelian bukan sebagai respons dari iklan, namun sebagai respons dari apa yang mereka dengar sebelumnya dari sumber-sumber yang dipercayai. (Seta:2007).
Begitu gencarnya konsep Word Of Mouth belakangan ini sehingga sejak tiga tahun lalu telah lahir sebuah organisasi resmi untuk membahas perkembangan konsep, teori dan etika di bidang Word Of Mouth yang bernama Word of Mouth Marketing Association (WOMMA) yang menentukan standar pelaksanaan dan pengembangan program Word Of Mouth bagi para pemasar di seluruh belahan dunia.(Sumardy:2007).
Contoh-contoh Word Of Mouth yang berhasil dapat dilihat pada Breadtalk dan J.Co. usaha makanan yang dibuat oleh pebisnis Johny Andrean yang dikenal sukses membesarkan jaringan salon Johny andrean.Berkat Word Of Mouth lah yang tercipta lewat antrian pelanggan yang selalu terlihat pada tokonya yang kini membuat usaha tersebut sukses dan selalu dibanjiri pelanggan hingga mereka rela antri panjang hanya untuk mendapatkan roti Breadtalk dan donat J.Co. Contoh lain selain bisnis makanan ada pada program milik Unilever Agen 1000 sunlight. Program ini tidak hanya membuat para ibu-ibu membicarakan dan mempromosikan Sunlight tetapi juga ikut menjual Sunlight kepada ibu-ibu lainnya.(Hendriani:2007).
Seperti contoh di atas Word Of Mouth tidak hanya untuk produk makanan, tetapi produk selain makanan juga bisa menerapkan Word Of Mouth sebagai salah satu alat komunikasi pemasarannya. Salah satu bidang jasa yang bisa menerapkan Word Of Mouth sebagai bagian dari komunikasi pemasarannya adalah asuransi dan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang asuransi yang cukup sukses menerapkan Word Of Mouth adalah PT. Asuransi Bina Dana Arta Tbk. Yang biasa disingkat ABDA. Di dalam penelitian ini Word Of Mouth menurut Henry Assael (1998) dibagi menjadi tiga yaitu Sales Person, Telemarketer dan Opinion Leader. Ketiga elemen ini yang digunakan perusahaan sebagai salah satu alat komunikasi pemasarannya. (Data Internal PT. ABDA Tbk. Cabang Surabaya).
Asuransi ini berpusat di Jakarta tepatnya di Plaza ABDA lantai 27 jalan Jenderal Sudirman Kav. 59 dan mempunyai cabang dan anak cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Asuransi ini sudah lama berdiri sejak 1982 sampai sekarang. Asuransi ini memiliki beberapa produk yang beragam tapi dalam penelitian ini hanya akan meneliti asuransi kebakaran, kendaraan bermotor dan kesehatan saja karena ketiga asuransi ini merupakan asuransi yang paling diminati oleh konsumen sehingga mempunyai jumlah nasabah yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis asuransi lain. (Data Internal PT. ABDA Tbk. Cabang Surabaya).
Pada tahun 2005 sempat mengalami kerugian Rp 8,4 miliar hal ini disebabkan perang premi antar asuransi yang luar biasa dan jumlah klaim yang masih tinggi mencapai Rp 103,66 miliar.Selain perang premi, meningkatnya harga bahan bakar minyak juga meningkatkan biaya operasional perseroan. Padahal tahun 2004 perseroan mencatat laba sebesar Rp 8,48 miliar.Tahun 2005 perseroan menghasilkan pendapatan premi bruto sebesar Rp 173,91 miliar, meningkat 5,7 persen atau Rp 9,39 miliar dari tahun 2004 sebesar Rp 164,52 miliar. sebesar 55,2 persen diantaranya diperoleh dari kendaraan bermotor sedangkan sisanya berasal dari asuransi kebakaran dan kesehatan. (Data Internal PT. ABDA Tbk. Cabang Surabaya).
Tetapi pada tahun 2006 asuransi ini mampu bangkit kembali. Hal ini terbukti dari peningkatan laba yang terjadi dari yang tadinya rugi Rp 8,4 miliar menjadi laba Rp 1,79 miliar. Ini disebabkan karena ada penurunan klaim dari Rp 103,66 miliar menurun menjadi Rp 96,48 miliar disamping itu juga terjadi peningkatan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan lain baik dari bank pemerintah seperti Bank Mandiri dan Bank BRI, bank swasta seperti Bank BCA, Bank NISP, Bank Ekonomi dan Bank CNB untuk mengasuransikan asset dari nasabah yang mengambil kredit pada bank tersebut dan leasing atau finance seperti Pratama Finance, Interdana Finance, BII Finance, ITC Auto Finance, Krisna Multi Finance, Financia Finance, Opto Multi Arta Finance dan BFI Finance Indonesia. Dari peningkatan kerja sama itulah maka secara otomatis terjadi peningkatan nasabah sehingga meningkat pula pendapatan preminya. (Data Internal PT. ABDA Tbk. Cabang Surabaya).
Di Jawa Timur hanya terdapat satu cabang dari PT. Asuransi Bina Dana Arta Tbk. ini yaitu cabang Surabaya yang juga mempunyai anak cabang di Jember yang berdiri sejak 1998 dan anak cabang Malang yang baru berdiri April 2007 kemarin. (Data Internal PT. ABDA Tbk. Cabang Surabaya). Pendirian anak cabang dari cabang Surabaya ini karena cabang Surabaya sudah kewalahan menangani nasabah yang berada di luar kota yang jumlah permintaannya cukup banyak selain itu juga untuk efisiensi biaya dan meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan sehingga pelanggan merasa puas dan bukan tidak mungkin akan menceritakan kepada teman-temannya sehingga teman-temannya terpengaruh dan memilih untuk memiliki polis di PT. Asuransi Bina Dana Arta Tbk. pula. Sebab asuransi ini selalu mengutamakan kepuasan pelanggannya karena ini merupakan salah satu strateginya untuk mendapatkan nasabah baru. Mengingat asuransi ini sama sekali tidak menggunakan iklan di televisi untuk strategi promosinya jadi kebanyakan nasabah memperoleh informasi tentang asuransi ini dari lingkungan mereka atau kerabat dekat mereka.
Pada cabang Surabaya ini juga terjadi peningkatan keuntungan dari yang tahun 2006 rugi sebesar Rp 35,43 juta dan pada tahun 2007 mampu meraup keuntungan sebesar Rp 791,766 juta.
Pada penelitian ini hanya jenis nasabah perorangan yang akan diteliti karena jenis nasabah tersebut memutuskan untuk menjadi nasabah tanpa adanya paksaan dari pihak lain dan wilayah yang dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah wilayah Surabaya Selatan karena wilayah ini yang paling banyak mengalami peningkatan jumlah nasabah dari tahun 2006 ke tahun 2007 dibandingkan dengan wilayah lain di Surabaya.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (BUKAN pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini