BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Persaingan bisnis dalam jaman kecepatan (tahun 2000-an) menuntut perusahaan harus dapat bersikap dan bertindak sebagaimanajungle creature (Muafi dan Effendi, 2001). Lingkungan bisnis bergerak sangat dinamis, serta mempunyai ketidakpastian paling besar (Muafi dan Effendi, 2001). Oleh karena itu, dalam abad millenium seperti sekarang perusahaan dituntut bersaing secara kompetitif (competitive rivalry) dalam hal menciptakan dan mempertahankan konsumen yang loyal (secara lebih spesifik disebut pelanggan), dan salah satunya adalah melalui‘perang’ antar merek. Perusahaan semakin menyadari merek menjadi faktor penting dalam persaingan dan menjadi aset perusahaan yang bernilai. Produk menjelaskan atribut inti sebagai suatu komoditi yang dipertukarkan, sedangkan merek menjelaskan spesifikasi pelanggannya. Memasuki millenium baru di era globalisasi ini produsen dihadapkan pada persaingan untuk meraih dominasi merek.
Iklim usaha yang semakin menantang, seperti dalam dunia industri telepon selular sekarang membuat manajemen perusahaan, baik yang baru maupun yang lama dapat menjawab tantangan pasar dan memanfaatkan peluang pasar dalam struktur persaingan dimasa kini maupun dimasa mendatang. Kemampuan perusahaan dalam
menangani masalah pemasaran, mencari dan menemukan peluang-peluang pasar akan
mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan dalam persaingan. Dalam keadaan ini pihak perusahaan ditantang untuk lebih berperan aktif dalam mendistribusikan dan memperkenalkan produknya agar laku terjual atau setidaknya mempertahankan pangsa pasarnya.
Hal ini berlaku pula di dalam persaingan industri Telepon Selular atau biasa akrab disapa dengan sebutan ponsel. Inovasi, kualitas, atribut, citra merek, dan tingkat harga produk, menjadi hal-hal yang harus diperhatikan oleh produsen ponsel, agar tidak dikalahkan oleh pesaingnya. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan merupakan salah satu faktor utama semakin maraknya pengguna telepon selular. Kemajuan teknologi dalam hal efisiensi biaya dan inovasi sangat mendukung pertumbuhan bisnis seluler. Selain itu, adanya perubahan seperti kemajuan di bidang pendidikan, peningkatan pendapatan masyarakat dan semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi turut mendorong peningkatan penggunaan telepon selular. Hermawan (2004), mengatakan ketika pasar keluar dari monopoli karena adanya pesaing yang masuk, maka pelanggan tidak hanya mempunyai kebutuhan (wants) dan keinginan (needs) tetapi mereka sudah mulai membangun harapan (expectation) dalam benak mereka. Menurut Hermawan (2003) teknologi yang menjadi pemenang dan berkembang pesat adalah teknologi yang melayani dan mengakomodasi manusia secara keseluruhan. Bukan sekedar teknologi canggih yang diciptakan untuk “Kecanggihan itu sendiri”.
Pemasaran modern memerlukan lebih dari sekedar mengembangkan produk yang baik, menawarkannya dengan harga yang menarik, dan membuatnya mudah didapat oleh pelanggan sasaran. Perusahaan harus juga mengembangkan suatu program komunikasi yang efektif dengan para pelanggan yang ada dan pelanggan potensial,pengecer, pemasok, pihak-pihak yang memiliki kepentingan pada produk tersebut, dan masyarakat umum.
Salah satu program komunikasi adalah dengan cara promosi. Promosi merupakan salah satu elemen dari marketing mix yang dipakai perusahaan untuk memasarkan produknya. Periklanan merupakan salah satu dari alat promosi yang paling umum digunakan perusahaan untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan pembeli sasaran atau masyarakat. Inti dari periklanan adalah untuk memasukkan sesuatu ke dalam pikiran konsumen, mengubah persepsi konsumen, dan mendorong konsumen untuk bertindak (Kotler,2003). Salah satu media promosi dalam bentuk periklanan adalah televisi (TV). Televisi (TV) mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi, bahkan membangun persepsi khalayak sasaran dan konsumen lebih percaya pada perusahaan yang mengiklankan produknya di TV daripada yang tidak sama sekali (Mittal, 1994). Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa periklanan dapat membantu meningkatkan penjualan (Swastha,
1994).
Iklan di televisi juga memiliki kelebihan unik dibandingkan dengan iklan di media cetak. Kelebihan iklan televisi memungkinkan diterimanya tiga kekuatan
generator makna sekaligus, yakni narasi, suara dan visual. Ketiganya bertindak membentuk sebuah sistem pertandaan yang bekerja untuk mempengaruhi penontonnya. Dari ketiganya, iklan televisi bekerja efektif karena menghadirkan pesan dalam bentuk verbal dan nonverbal sekaligus. Sebagai sistem pertandaan, maka iklan sekaligus menjadi sebuah bangunan representasi. Iklan tidak semata-mata merefleksikan realitas tentang manfaat produk yang ditawarkan, namun seringkali menjadi representasi gagasan yang terpendam di balik penciptanya. Persoalan representasi ini yang kemudian lebih menarik, karena di dalam iklan sebuah makna sosiokultural dikonstruksi (Burton, 2007).
Iklan telah menjadi harapan bagi sebagian besr produsen yang ingin merek produknya melekat di hati konsumennya. Iklan merupakan cara yang efektif untuk meraih konsumen dalam jumlah besar dan tersebar secara geografis. Disatu pihak iklan dapat dipakai untuk membangun kesan jangka panjang suatu produk atau merek dan dipihak lain memicu penjualan yang cepat. Suatu iklan yang cenderung tidak mempunyai pengaruh utama pada perilaku konsumen maka akan diragukan bila iklan tersebut dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli suatu merek. Oleh karena itu agar merek produk dapat diterima oleh masyarakat maka iklan harus dibuat seefektif mungkin, kreatif, menarik sehingga bias menimbulkan pengaruh positif (Riyanto,
2008)
Iklan sebagai salah satu komponen bauran pemasaran biasanya menuntut dana yang tidak sedikit, namun demikian seberapa besar pengaruh iklan dalam tujuan pemasaran sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Perdebatan yang muncul
diantaranya adalah mengenai seberapa efektif iklan ini mempengaruhi atau merangsang konsumen dalam sikap atau sampai pada pembelian produk atau jasa (Apsari & Hastjarjo, 2006).
Berkaitan dengan kelayakan hasil yang diperoleh dengan total dana yang dikeluarkan untuk sebuah iklan, dan adanya usaha menjawab berbagai perdebatan keefektifan suatu iklan, memunculkan berbagai studi pengaruh iklan terhadap konsumen. Pengukuran efek iklan dalam beberapa studi menekankan pengaruh iklan terhadap sikap akhir yang ditimbulkannya, jadi bagaimana suatu iklan dibuat tidak hanya sebatas menarik dan kreatif saja tetapi bagaimana iklan tersebut membentuk sikap (Grossman & Brian, 1998).
Fenomena dewasa ini menunjukkan konsumen terlalu banyak disuguhi iklan, bahkan dapat dikatakan informasi produk dan jasa yang diterima konsumen sangat membludak. Berbagai macam konsep dan kreatifitas iklan disuguhkan diantaranya untuk mencuri kesadaran konsumen atas suatu produk atau jasa, menumbuhkan sikap terhadap iklan maupun merek dan lain sebagainya. Begitu banyaknya informasi yang didapat, tentu ini tidak mudah bagi konsumen untuk mengingat suatu merek produk atau jasa yang sudah ditayangkan melalui iklan, sehingga pemrosesan informasi dari sebuah iklan dan pembentukan sikap konsumen tidak akan terlepas dari proses pembelajaran konsumen (Riyanto, 2008).Hal ini menunjukkan bahwa konsep-konsep belajar menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan iklan, proses dan strategi penyampaian iklan (Riyanto, 2008).
Iklan dengan menggunakan selebriti banyak digunakan untuk menarik perhatian konsumen. Di Indonesia sangat mudah kita temui produk yang diiklankan di media cetak, radio dan televisi menggunakan selebritas sebagai model. Penggunaan selebriti tidak terbatas pada produk yang low involvement, namun juga produk high involvement. Penggunaan selebriti sebagai model iklan bertujuan untuk menumbuhkan citra yang baik bagi produk itu sendiri. Target utamanya adalah meningkatkan kepercayaan. Diharapkan adanya bintang iklan tersebut membuat konsumen percaya pada produk dan perusahaan yang memproduksinya, sehingga mendorong masyarakat untuk membelinya. Fungsi selebriti dari sisi yang lain adalah karena selebritas menjadi idola bagi orang awam. Apa yang menjadi impian masyarakat umum mampu digambarkan oleh selebriti.
Mereka terkadang mengidentikan dirinya dengan figur yang dikaguminya. Perusahaan menggunakan selebriitas sebagai bintang iklan karena melalui mereka suatu produk akan lebih mudah diterima pasar, dan mendapatkan perhatian di pasar (Kussudyarsana, 2004)
Penggunaan endorser (selebriti) sebagai penyampai pesan iklan, seperti yang disampaikan Heebert Kelman (Kusudyarsanda, 2004) yang menyatakan bahwa selebriti dapat digunakan oleh pemasar dalam tiga kategori, yaitu: kredibilitas, daya tarik dan power. Kredibilitas endorser berpengaruh terhadap proses decoding suatu pesan. Apabila selebriti dapat dipercaya oleh audien maka pesan sangat mungkin untuk dipercaya (Kusudyarsana, 2004). Endorser yang kreadibel akan dapat meningkatkan penerimaan pesan, sebaliknya selebriti yang yidak kredibel akan menurunkan tingkat penerimaan pesan (Kusudyarsana, 2004).
Respon paling kritis dari seorang konsumen adalah rasa tidak suka atau persepsi negatif terhadap selebriti. Umumnya ini terjadi ketika konsumen berpendapat bahwa selebriti berkata tidak jujur atau membohongisehingga konsumen kurang menerima apa yang selebriti katakan (Yulistiyono & Suryandari, 2003)
Seiring dengan berkembangnya teknologi, masyarakat Indonesia khususnya yang hidup di wilayah perkotaan mulai mengalami perubahan gaya hidup. Bagi mereka, HandPhone (HP) atau ponsel tidak hanya digunakan sebagai alat telepon atau sms saja, tetapi mereka juga sudah memperhatikan fitur-fitur lainnya yang mulai terdapat pada semua jenis dan tipe handphone yang beredar di pasaran. Selain itu, merek handphone pun sudah menjadi pilihan gaya hidup mereka, merek yang lebih terkenal di kalangan masyarakat Indonesia maka akan lebih diminati daripada merek lainnya yang belum terkenal atau bahkan tidak terkenal sama sekali. Salah satunya adalah handphone merek Nokia yang sudah dikenal di pasaran oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Nokia adalah Brand ternama untuk gadget handphone di Indonesia. Nokia pertama kali diciptakan pertama kali di Finlandia, dan mulai beroperasi pada awal tahun 1980. Sejak berdiri Nokia telah berhasil memimpin di pasaran, dan bisnis Nokia telah berkembang di semua negara untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan perkembangan industri telekomunikasi di negara-negara tersebut termasuk Indonesia.
Nokia sejak dahulu telah menjadi penguasa pasar ponsel dunia, akan tetapi dunia ponsel bukanlah milik Nokia sendiri. Makin banyak merek-merek pesaing
bermunculan yang siap menggeser pangsa pasar Nokia sebagai market leader
sementara. Buktinya, Nokia mencatat hasil kuartalan terburuk dalam satu dekade ini.
Tingkat pengiriman handset ponsel pada kuartal ke-4 tahun 2008 secara global mengalami penurunan sebesar 10% menjadi 295 juta unit dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 tersebut pangsa pasar Nokia secara global turun 38,4% dibanding tahun sebelumnya (2007) yang mencapai 40,6%. Hal ini dilatarbelakangi adanya laporan kinerja kuartal 4 Nokia yang menunjukkan laba perusahaan mengalami penurunan sekitar 20%. Dan pada kenyataannya di kuartal ke-4 (Oktober- Desember) 2008, laba Nokia turun drastis hampir 69% menjadi 576 juta euro (sekitar Rp8,4 triliun) akibat penurunan penjualan. Jumlah ini merupakan yang terendah sejak
2001.
Di tahun 2009, Nokia mengalami penurunan laba operasional sebesar 96%. Kuartal pertama, Nokia menghasilkan laba operasional hanya sebesar 55 juta Euro, sedangkan tahun sebelumnya Nokia berhasil mencetak laba sebesar 1,5 miliar Euro. Penurunan perolehan laba Nokia sangat turun tajam, bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Press release yang diterbitkan Nokia mengungkapkan bahwa volume penjualan Nokia semakin menurun, dari tahun ke tahun dan beruntut. Pada kuartal ke-
2 nya Nokia hanya berhasil memperoleh laba bersih 380 juta Euro dari penjualan senilai 13,5 miliar Euro. Ini jauh menurun dibandingkan laba bersih pada periode yang sama tahun lalu, yakni 1,1 miliar Euro dari penjualan 13,15 miliar Euro. Hal tersebut juga tampak pada segmen handphone lainnya seperti ponsel pintar alias smartphone yang sedang menjadi tren saat ini.
Segmen pasar ponsel pintar atau yang biasa disebut dengan smartphone semakin lama semakin diminati oleh banyak konsumen. Nokia yang selama ini mendominasi jelas perlu waspada. Indikasinya, pangsa pasar smartphone Nokia secara global turun dari yang semula 51% menjadi 41%. Angka tersebut dikemukakan oleh biro riset Gartner. Perusahaan Research in Motion (RIM) dengan BlackBerry andalannya dan Apple dengan iPhone rupanya ‘mencuri’ pangsa pasar Nokia tersebut. Dilansir InformationWeek dan dikutip detikINET pada Jumat(13/3/2009), sekitar 2 tahun lampau, Nokia begitu perkasa dengan menguasai70% pasar smartphone. Namun semakin inovatifnya BlackBerry dan datangnya iPhone telah mengganggu kedudukan Nokia sebagai market leader. Pangsa pasar RIM melonjak dari yang semula 10,9% menjadi 19, 5%. Hal ini antara lain dipicu oleh larisnya BlackBerry jenis Storm maupun Bold. Adapun Apple menanjak dari yang awalnya menguasai 5,2% kini menjadi 10,7%. Di belakangnya ada vendor Samsung dan HTC yang juga mengalami kenaikan meski relatif kecil. Memang posisi Nokia masih terhitung tinggi, namun lama kelamaan jika produsen asal Finlandia ini lengah, bukan tidak mungkin posisi Nokia bakal semakin turun dan turun terus sehingga market leader Nokia dapat diambil alih oleh para pesaingnya tersebut.
Berdasarkan perkembangan yang terjadi beberapa tahun terakhir, munculnya produk-produk pesaing, bukan tidak mungkin posisi Nokia akan semakin turun sebagai market leader. Penurunan penjualan produk Nokia beberapa tahun terakhir mengindikasikan bahwa terdapat penurunan minta beli konsumen pada produk tersebut. Berdasarkan data top brand index, tahun 2010 diketahui bahwa Nokia berada pada posisi pertama, tetapi hal ini tidak sesuai dengan penurunan penjualan Nokia yang terjadi beberapa tahun belakangan ini.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (BUKAN pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini